Tulisan ini, sepenuhnya saya kutip dari Hermawan Aksan, Wartawan Tribun.
PADA hari pertama ujian nasional (UN), Senin lalu, saya menulis status di Facebook kalimat sebagai berikut: "Kata-kata para pejabat (menteri, gubernur, bupati, wali kota, kadisdik, kepsek, dll) seragam: dijamin tidak ada kebocoran UN. Anda percaya?"
Dalam hitungan beberapa menit, bermunculan aneka komentar. Komentar pertama berbunyi sangat tegas: "Tentu tidaaaakkkk...!!!" Komentar kedua juga terkesan tegas:
"Tidak, tapi meungpeun carang ku ayakan." Ungkapan Sunda meungpeun carang ku ayakan artinya "pura-pura tidak tahu terhadap perbuatan yang tidak baik."
Komentar berikutnya terkesan ragu: "Mungkin ya, mungkin tidak... penuh tanda tanya."
Lalu ada lagi komentar: "Omong kosong, padahal mereka pasti yakin ada kebocoran."
Tentu saja komentar-komentar itu belum bisa dianggap sebagai hasil survei yang sahih.
Lagi pula, sebagian komentar bernada canda, atau benar-benar hanya bercanda. Namun banyak juga yang serius. Yang jelas, sebagian besar menyuarakan komentar senada: tidak percaya bahwa tidak ada kebocoran dalam UN.
Pada hari itu juga muncul berita di sejumlah media online, tentang dugaan kecurangan UN di Medan dan sekitarnya. Koordinator Komunitas Air Mata Guru (KAMG) Abdi Saragih menjelaskan, hari Minggu (21/3) pihaknya memperoleh salinan soal UN mata pelajaran Biologi, Bahasa Indonesia, dan Sosiologi dari seorang joki.
Joki itu mendapatkannya dari seorang oknum di Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang. "Soal-soal UN itu sama persis dengan soal UN yang diujikan keesokan harinya. Info kebocoran soal itu sudah kami terima sejak dua pekan lalu, tetapi baru semalam kami bisa memperoleh buktinya," ujar Abdi.
Pada hari kedua UN, muncul kabar bahwa naskah soal UN 2010 untuk mata uji Bahasa Inggris bocor di Pontianak. Mata uji ini baru diujikan Selasa, tapi di beberapa tempat di kota ini Senin siang sudah beredar fotokopi soal yang diduga sama dengan naskah soal asli. Menurut seorang guru, di kalangan siswa harga fotokopi soal UN tersebut Rp 10 ribu hingga Rp 90 ribu.
Pada hari itu juga ada kabar, Ahmad Zainuddin, anggota Komisi X dari FPKS DPR RI, mengaku mendapat laporan bahwa di Bekasi soal UN bocor ke tangan guru lalu jawaban disebarkan kepada peserta ujian. Bocoran soal dilakukan secara massif dan terorganisir dengan rapi.
Dan hari ketiga UN di Kota Bandung diwarnai temuan Komite Independen Pemantau UN (KIPUN) bahwa di salah satu pusat perbelanjaan di Bandung, pukul 06.00, sejumlah siswa berkumpul untuk saling bertukar kunci jawaban soal UN.
Ketika kabar ini saya jadikan status di FB saya, lagi-lagi bermunculan komentar yang menarik. Salah satunya berbunyi begini: "Sebagian besar anak-anak yang kutanya menjawab lebih baik nyontek dan lulus daripada jujur dan tidak lulus... sedih dengernya... 'lulus' telah mengalahkan 'jujur'."
Seorang teman dengan "sadis" mengatakan, "Kecurangan UN itu sistematis, melibatkan disdik, komite independen, kepala sekolah, para guru, dan lain-lain. Semua saling membutuhkan sehingga sulit diungkap."
Ah, masa, sih? (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar