Tulisan ini, sepenuhnya saya kutip dari Hermawan Aksan, Wartawan Tribun.
PADA hari pertama ujian nasional (UN), Senin lalu, saya menulis status di Facebook kalimat sebagai berikut: "Kata-kata para pejabat (menteri, gubernur, bupati, wali kota, kadisdik, kepsek, dll) seragam: dijamin tidak ada kebocoran UN. Anda percaya?"
Dalam hitungan beberapa menit, bermunculan aneka komentar. Komentar pertama berbunyi sangat tegas: "Tentu tidaaaakkkk...!!!" Komentar kedua juga terkesan tegas:
"Tidak, tapi meungpeun carang ku ayakan." Ungkapan Sunda meungpeun carang ku ayakan artinya "pura-pura tidak tahu terhadap perbuatan yang tidak baik."
Komentar berikutnya terkesan ragu: "Mungkin ya, mungkin tidak... penuh tanda tanya."
Lalu ada lagi komentar: "Omong kosong, padahal mereka pasti yakin ada kebocoran."
Tentu saja komentar-komentar itu belum bisa dianggap sebagai hasil survei yang sahih.
Lagi pula, sebagian komentar bernada canda, atau benar-benar hanya bercanda. Namun banyak juga yang serius. Yang jelas, sebagian besar menyuarakan komentar senada: tidak percaya bahwa tidak ada kebocoran dalam UN.
Pada hari itu juga muncul berita di sejumlah media online, tentang dugaan kecurangan UN di Medan dan sekitarnya. Koordinator Komunitas Air Mata Guru (KAMG) Abdi Saragih menjelaskan, hari Minggu (21/3) pihaknya memperoleh salinan soal UN mata pelajaran Biologi, Bahasa Indonesia, dan Sosiologi dari seorang joki.
Joki itu mendapatkannya dari seorang oknum di Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang. "Soal-soal UN itu sama persis dengan soal UN yang diujikan keesokan harinya. Info kebocoran soal itu sudah kami terima sejak dua pekan lalu, tetapi baru semalam kami bisa memperoleh buktinya," ujar Abdi.
Pada hari kedua UN, muncul kabar bahwa naskah soal UN 2010 untuk mata uji Bahasa Inggris bocor di Pontianak. Mata uji ini baru diujikan Selasa, tapi di beberapa tempat di kota ini Senin siang sudah beredar fotokopi soal yang diduga sama dengan naskah soal asli. Menurut seorang guru, di kalangan siswa harga fotokopi soal UN tersebut Rp 10 ribu hingga Rp 90 ribu.
Pada hari itu juga ada kabar, Ahmad Zainuddin, anggota Komisi X dari FPKS DPR RI, mengaku mendapat laporan bahwa di Bekasi soal UN bocor ke tangan guru lalu jawaban disebarkan kepada peserta ujian. Bocoran soal dilakukan secara massif dan terorganisir dengan rapi.
Dan hari ketiga UN di Kota Bandung diwarnai temuan Komite Independen Pemantau UN (KIPUN) bahwa di salah satu pusat perbelanjaan di Bandung, pukul 06.00, sejumlah siswa berkumpul untuk saling bertukar kunci jawaban soal UN.
Ketika kabar ini saya jadikan status di FB saya, lagi-lagi bermunculan komentar yang menarik. Salah satunya berbunyi begini: "Sebagian besar anak-anak yang kutanya menjawab lebih baik nyontek dan lulus daripada jujur dan tidak lulus... sedih dengernya... 'lulus' telah mengalahkan 'jujur'."
Seorang teman dengan "sadis" mengatakan, "Kecurangan UN itu sistematis, melibatkan disdik, komite independen, kepala sekolah, para guru, dan lain-lain. Semua saling membutuhkan sehingga sulit diungkap."
Ah, masa, sih? (*)
Kamis, 25 Maret 2010
Selasa, 23 Maret 2010
Menertawakan Diri Sendiri
"Sebuah bangsa tidak akan menjadi bangsa yang besar apabila tidak pernah melihat ke belakang," Ujar seorang rekan kerjaku menirukan perkataan Obama ketika diwawancara eksklusif oleh sebuah stasiun televisi.
Dia bangga sekali menirukan itu. Seolah menemukan sesuatu yang baru di tengah krisis kepercayaan diri bangsa ini. Dia seolah benar-benar kagum terhadap pernyataan presiden yang konon memiliki keterikatan erat dengan Indonesia.
Padahal, sebelum Obama berbicara seperti itu, lebih dari setengah abad yang lalu, Presiden pertama kita, Ir Soekarno, telah mengatakan, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati sejarahnya."
Jadi ingin tertawa melihat kelakuan kawan tersebut. Dia bangga dengan perkataan yang menurutnya seperti oase di padang pasir. Dia bangga karena yang mengatakan itu adalah seorang sosok besar dari negara luar.
Ironi, karena dia sendiri telah lupa pada sejarah bangsanya....
Dia bangga sekali menirukan itu. Seolah menemukan sesuatu yang baru di tengah krisis kepercayaan diri bangsa ini. Dia seolah benar-benar kagum terhadap pernyataan presiden yang konon memiliki keterikatan erat dengan Indonesia.
Padahal, sebelum Obama berbicara seperti itu, lebih dari setengah abad yang lalu, Presiden pertama kita, Ir Soekarno, telah mengatakan, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati sejarahnya."
Jadi ingin tertawa melihat kelakuan kawan tersebut. Dia bangga dengan perkataan yang menurutnya seperti oase di padang pasir. Dia bangga karena yang mengatakan itu adalah seorang sosok besar dari negara luar.
Ironi, karena dia sendiri telah lupa pada sejarah bangsanya....
Dongeng dari Jawa Barat
Kisah Telaga Warna
Kalau kita pergi ke daerah Puncak, Jawa Barat, di sana terdapat sebuah telaga yang bila dilihat pada hari cerah akan terkesan airnya berwarna-warni. Telaga itu namanya Telaga Warna dan konon merupakan air mata tangisan seorang ratu.
Zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Jawa Barat. Negeri itu dipimpin oleh seorang raja. Prabu, begitulah orang memanggilnya. Ia adalah raja yang baik dan bijaksana. Tak heran, kalau negeri itu makmur dan tenteram. Tak ada penduduk yang lapar di negeri itu.
Semua sangat menyenangkan. Sayangnya, Prabu dan istrinya belum memiliki anak. Itu membuat pasangan kerajaan itu sangat sedih. Penasehat Prabu menyarankan, agar mereka mengangkat anak. Namun Prabu dan Ratu tidak setuju. “Buat kami, anak kandung adalah lebih baik dari pada anak angkat,” sahut mereka.
Ratu sering murung dan menangis. Prabu pun ikut sedih melihat istrinya.. Lalu Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa, agar dikaruniai anak. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu pun mulai hamil. Seluruh rakyat di kerajaan itu senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah.
Sembilan bulan kemudian, Ratu melahirkan seorang putri. Penduduk negeri pun kembali mengirimi putri kecil itu aneka hadiah. Bayi itu tumbuh menjadi anak yang lucu. Belasan tahun kemudian, ia sudah menjadi remaja yang cantik.
Prabu dan Ratu sangat menyayangi putrinya. Mereka memberi putrinya apa pun yang dia inginkan. Namun itu membuatnya menjadi gadis yang manja. Kalau keinginannya tidak terpenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering berkata kasar. Walaupun begitu, orangtua dan rakyat di kerajaan itu mencintainya.
Hari berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis tercantik di seluruh negeri. Dalam beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang sangat banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat.
Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata. Ia membawanya ke ahli perhiasan. “Tolong, buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku,” kata Prabu. “Dengan senang hati, Yang Mulia,” sahut ahli perhiasan. Ia lalu bekerja d sebaik mungkin, dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi Putri.
Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat makin terdengar, ketika Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.
Prabu lalu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya. “Putriku tercinta, hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak,” kata Prabu.
Putri menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau memakainya. Kalung ini jelek!” seru Putri. Kemudian ia melempar kalung itu. Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai.
Itu sungguh mengejutkan. Tak seorang pun menyangka, Putri akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba terdengar tangisan Ratu. Tangisannya diikuti oleh semua orang.
Tiba-tiba muncul mata air dari halaman istana. Mula-mula membentuk kolam kecil. Lalu istana mulai banjir. Istana pun dipenuhi air bagai danau. Lalu danau itu makin besar dan menenggelamkan istana.
Di hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri yang tersebar di dasar telaga.
Dikisahkan kembali oleh: Renny Yaniar
Kalau kita pergi ke daerah Puncak, Jawa Barat, di sana terdapat sebuah telaga yang bila dilihat pada hari cerah akan terkesan airnya berwarna-warni. Telaga itu namanya Telaga Warna dan konon merupakan air mata tangisan seorang ratu.
Zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Jawa Barat. Negeri itu dipimpin oleh seorang raja. Prabu, begitulah orang memanggilnya. Ia adalah raja yang baik dan bijaksana. Tak heran, kalau negeri itu makmur dan tenteram. Tak ada penduduk yang lapar di negeri itu.
Semua sangat menyenangkan. Sayangnya, Prabu dan istrinya belum memiliki anak. Itu membuat pasangan kerajaan itu sangat sedih. Penasehat Prabu menyarankan, agar mereka mengangkat anak. Namun Prabu dan Ratu tidak setuju. “Buat kami, anak kandung adalah lebih baik dari pada anak angkat,” sahut mereka.
Ratu sering murung dan menangis. Prabu pun ikut sedih melihat istrinya.. Lalu Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa, agar dikaruniai anak. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu pun mulai hamil. Seluruh rakyat di kerajaan itu senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah.
Sembilan bulan kemudian, Ratu melahirkan seorang putri. Penduduk negeri pun kembali mengirimi putri kecil itu aneka hadiah. Bayi itu tumbuh menjadi anak yang lucu. Belasan tahun kemudian, ia sudah menjadi remaja yang cantik.
Prabu dan Ratu sangat menyayangi putrinya. Mereka memberi putrinya apa pun yang dia inginkan. Namun itu membuatnya menjadi gadis yang manja. Kalau keinginannya tidak terpenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering berkata kasar. Walaupun begitu, orangtua dan rakyat di kerajaan itu mencintainya.
Hari berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis tercantik di seluruh negeri. Dalam beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang sangat banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat.
Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata. Ia membawanya ke ahli perhiasan. “Tolong, buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku,” kata Prabu. “Dengan senang hati, Yang Mulia,” sahut ahli perhiasan. Ia lalu bekerja d sebaik mungkin, dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi Putri.
Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat makin terdengar, ketika Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.
Prabu lalu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya. “Putriku tercinta, hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak,” kata Prabu.
Putri menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau memakainya. Kalung ini jelek!” seru Putri. Kemudian ia melempar kalung itu. Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai.
Itu sungguh mengejutkan. Tak seorang pun menyangka, Putri akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba terdengar tangisan Ratu. Tangisannya diikuti oleh semua orang.
Tiba-tiba muncul mata air dari halaman istana. Mula-mula membentuk kolam kecil. Lalu istana mulai banjir. Istana pun dipenuhi air bagai danau. Lalu danau itu makin besar dan menenggelamkan istana.
Di hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri yang tersebar di dasar telaga.
Dikisahkan kembali oleh: Renny Yaniar
Kamis, 18 Maret 2010
Unsur-Unsur Intrinsik
RINGKASAN MATERI
Nama: _____________________________
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: _______________________
MADANIA
Kelas 12
UNSUR-UNSUR INTRINSIK
PROSA CERITA
Pengantar
Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra aitu atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa suatu karya sastra menciptakan duianya sendiri yang berberda dari dunia nyata. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia karya sastra merupakan fiksi yang tidak berhubungan dengan dunia nyata. Karena menciptakan dunianya sendiri, karya sastra tentu dapat dipahami berdasarkan apa yang ada atau secara eksplisit tertulis dalam teks tersebut.
Pada umumnya para ahli sepakat bahwa unsur intrinsik terdiri dari
a. Tokoh dan penokohan/perwatakan tokoh
b. Tema dan amanat
c. Latar
d. Alur
e. Sudut pandang/gaya penceritaaan
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas unsur-unsur tersebut
I. TOKOH
Yang dimaksud dengan tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai pisitif.
b. Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu
a. Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercataan tokoh sentral (protagonis atau antagonis).
b. Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
c. Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Berdasarkan cara menampikan perwatakannya, tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Tokoh datar/sederhana/pipih. Yaitu tokoh yang diungkapkan atau disoroti dari satu segi watak saja. Tokoh ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama sekali (misalnya tokoh kartun, kancil, film animasi).
b. Tokoh bulat/komplek/bundar. Yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh ini sangat dinamis, banyak mengalami perubahan watak.
II. PENOKOHAN
Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu
a. Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
b. Metode dramatik/taklangsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
c. Metode kontekstual. Yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.
Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM., ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu
a. Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama abagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
b. Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
c. Melalui penggambaran fisik tokoh.
d. Melalui pikiran-pikirannya
e. Melalui penerangan langsung.
Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan saling mendukung.
III. ALUR
Alur adalah urutaan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Urutan peristiwa dapat tersusun berdasarkan tiga hal, yaitu
a. Berdasarkan urutan waktu terjadinya. Alur dengan susunan peristiwa berdasarkan kronologis kejadian disebut alur linear
b. Berdasarkan hubungan kausalnya/sebab akibat. Alur berdasarkan hubungan sebab-akibat disebut alur kausal.
c. Berdasarkan tema cerita. Alur berdasarkan tema cerita disebut alur tematik.
Struktur Alur
Setiap karya sastra tentu saja mempunyai kekhususan rangkaian ceritanya. Namun demikian, ada beberapa unsur yang ditemukan pada hampir semua cerita. Unsur-unsur tersebut merupakan pola umum alur cerita. Pola umum alur cerita adalah
a. Bagian awal
1. paparan (exposition)
2. rangkasangan (inciting moment)
3. gawatan (rising action)
b. Bagian tengah
4. tikaian (conflict)
5. rumitan (complication)
6. klimaks
c. Bagian akhir
7. leraian (falling action)
8. selesaian (denouement)
Bagian Awal Alur
Jika cerita diawali dengan peristiwa pertama dalam urutan waktu terjadinya, dikatakan bahwa cerita itu disusun ab ovo. Sedangkan jika yang mengawali cerita bukan peristiwa pertama dalam urutan waktu kejadian dikatakan bahwa cerita itu dudun in medias res.
Penyampaian informasi pada pembaca disebut paparan atau eksposisi. Jika urutan konologis kejadian yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka dalam cerita tersebut terdapat alih balik/sorot balik/flash back.
Sorot balik biasanya digunakan untuk menambah tegangan/gawatan, yaitu ketidakpastian yang berkepanjangan dan menjadi-jadi. Dalam membuat tegangan, penulis sering menciptakan regangan, yaitu proses menambah ketegangan emosional, sering pula menciptakan susutan, yaitu proses pengurangan ketegangan. Sarana lain yang dapat digunakan untuk menciptakan tegangan adalah padahan (foreshadowing), yaitu penggambaran peristiwa yang akan terjadi.
Bagian Tengah Alur
Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks. Klimaks adalah puncak konflik antartokoh cerita.
Bagian Akhir Alur
Bagian sesudah klimaks adalah leraian, yaitu peristiwa yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita.
Dalam membangun peristiwa-peristiwa cerita, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah
a. faktor kebolehjadian (pausibility). Yaitu peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya meyakinkan, tidak selalu realistik tetapi masuk akal. Penyelesaian masalah pada akhir cerita sesungguhnya sudah terkandung atau terbayang di dalam awal cerita dan terbayang pada saat titik klimaks.
b. Faktor kejutan. Yaitu peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak/dikenali oleh pembaca.
c. Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan peristiwa-peristiwa cerita menjadi dinamis.
Selain itu ada hal yang harus dihindari dalam alur, yaitu lanturan atau digresi. Lanturan atau digresi adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.
Macam Alur
Pada umumnya orang membedakan alur menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Yang dimaksud alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian. Sedangkan yang dimaksud alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian.
Pembagian seperti itu sebenarnya hanyalah salah satu pembagian jenis alur yaitu pembagian alur berdasarkan urutan waktu. Secara lebih lengkap dapat dikatakan bahwa ada tiga macam alur, yaitu
a. alur berdasarkan urutan waktu
b. alur berdasarkan urutan sebab-akibat
c. alur berdasarkan tema. Dalam cerita yang beralur tema setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.
Dalam hubungannya dengan alur, ada beberapa istilah lain yang perlu dipahami. Pertama, alur bawahan. Alur bawahan adalah alur cerita yang ada di samping alur cerita utama. Kedua, alur linear. Alur linear adalah rangkaian peristiwa dalam cerita yang susul-menyusul secara temporal. Ketiga, alur balik. Alur balik sama dengan sorot balik atau flash back. Keempat, alur datar. Alur datar adalah alur yang tidak dapat dirasakan adanya perkembangan cerita dari gawatan, klimaks sampai selesaian. Kelima, alur menanjak. Alur menanjak adalah alur yang jalinan peristiwanya semakin lama semakin menanjak atau rumit.
IV. LATAR
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis (termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.
MACAM LATAR
Latar dibedakan menjadi dua, yaitu
1. Latar fisik/material. Latar fisik adalah tempat dalam ujud fisiknya (dapat dipahami melalui panca indra).
Latar fisik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Latar netral, yaitu latar fisik yang tidak mementingkan kekhususan waktu dan tempat.
b. Latar spiritual, yaitu latar fisik yang menimbulkan dugaan atau asosiasi pemikiran tertentu.
2. Latar sosial. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain.
FUNGSI LATAR
Ada beberapa fungsi latar, antara lain
1. memberikan informasi situasi sebagaimana adanya
2. memproyeksikan keadaan batin tokoh
3. mencitkana suasana tertentu
4. menciptakan kontras
V. TEMA DAN AMANAT
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Ada beberapa macam tema, yaitu
a. Ada tema didaktis, yaitu tema pertentangan antara kebaikan dan kejahatan
b. Ada tema yang dinyatakan secara eksplisit
c. Ada tema yang dinyatakan secara simbolik
d. Ada tema yang dinyatakan dalam dialog tokoh utamanya
Dalam menentukan tema cerita, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
a. ninat pribadi
b. selera pembaca
c. keinginan penerbit atau penguasa
Kadang-kadang terjadi perbedaan antara gagasan yang dipikirkan oleh pengarang dengan gagasan yang dipahami oleh pembaca melalui karya sastra. Gagasan sentral yang terdapat atau ditemukan dalam karya sastra disebut makna muatan, sedangkan makna atau gagasan yang dimaksud oleh pengarang (pada waktu menyusun cerita tersebut) disebut makna niatan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan makna aniatan kadang-kadang tidak sama dengan makna muatan
a. pengarang kurang pandai menjabarkan tema yang dikehendakinya di dalam karyanya.
b. Beberapa pembaca berbeda pendapat tentang gagasan dasar suatu karta.
Yang diutamakan adalah bahwa penafsiran itu dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya unsur-unsur di dalam karya sastra yang menunjang tafsiran tersebut.
Dalam suatu karya sastra ada tema sentral dan ada pula tema samapingan. Yang dimaksud tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Yang dimaksud tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
Ada tema yang terus berulang dan dikaitkan dengan tokoh, latar, serta unsur-unsur lain dalam cerita. Tema semacam itu disebut leitmotif. Leitmotif ini mengantar pembaca pada suatu amanat. Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
VI. POINT OF VIEW
Bennison Gray membedakan pencerita menjadi pencerita orang pertama dan pencerita orang ketiga.
1. Pencerita orang pertama (akuan).
Yang dimaksud sudut pandang orang pertama adalah cara bercerita di mana tokoh pencerita terlibat langsung mengalami peristiwa-peristiwa cerita. Ini disebut juga gaya penceritaan akuan.Gaya penceritaan akuan dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Pencerita akuan sertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencnerita menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
b. Pencerita akuan taksertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencerita tidak terlibat menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
2. Pencerita orang ketiga (diaan).
Yang dimaksud sudut pandang orang ketiga adalah sudut pandang bercerita di mana tokoh pencnerita tidak terlibat dalam peristiwa-peristiwa cerita. Sudut pandang orang ketiga ini disebut juga gaya penceritaan diaan. Gaya pencerita diaan dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Pencerita diaan serba tahu, yaitu pencerita diaan yang tahu segala sesuatu tentang semua tokoh dan peristiwa dalam cerita. Tokoh ini bebas bercerita dan bahkan memberi komentar dan penilaian terhadap tokoh cerita.
b. Pencerita diaan terbatas, yaitu pencerita diaan yang membatasi diri dengan memaparkan atau melukiskan lakuan dramatik yang diamatinya. Jadi seolah-olah dia hanya melaporkan apa yang dilihatnya saja.
Kadang-kadang orang sulit membedakan antara pengarang dengan tokoh pencerita. Pada prinsipnya pengarang berbeda dengan tokoh pencerita. Tokoh pencerita merupakan individu ciptaan pengarang yang mengemban misi membawakan cerita. Ia bukanlah pengarang itu sendiri.
Jakob Sumardjo membagi point of view menjadi empat macam, yaitu
a. Sudut penglihatan yang berkuasa (omniscient point of view). Pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya.
b. Sudut penglihatan obyektif (objective point of view). Pengarang serba tahu tetapi tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi pandangan mata, apa yang seolah dilihat oleh pengarang.
c. Point of view orang pertama. Pengarang sebagai pelaku cerita.
d. Point of view peninjau. Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian kita ikuti bersama tokoh ini.
Menurut Harry Shaw, sudut pandang dalam kesusastraan mencakup
a. Sudut pandang fisik. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam mendekati materi cerita.
b. Sudut pandang mental. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah atau peristiwa yang diceritakannya.
c. Sudut pandang pribadi. Adalah sudut pandang yang menyangkut hubungan atau keterlibatan pribadi pengarang dalam pokok masalah yang diceritakan. Sudut pandang pribadi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pengarang menggunakan sudut pandang tokoh sentral, pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan pengarang menggunakan sudut pandang impersonal (di luar cerita).
Menurut Cleanth Brooks, fokus pengisahan berbeda dengan sudut pandang. Fokus pengisahan merupakan istilah untuk pencerita, sedangkan sudut pandang merupakan istilah untuk pengarang. Tokoh yang menjadi fokus pengisahan merupakan tokoh utama cerita tersebut. Fokus pengisahan ada empat, yaitu
a. Tokoh utama menyampaikan kisah dirinya.
b. Tokoh bawahan menyampaikan kisah tokoh utama.
c. Pengarang pengamat menyampaikan kisah dengan sorotan terutama kepada tokoh utama.
d. Pengarang serba tahu.
Sumber: Buku pintar Sastra Indonesia
Nama: _____________________________
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: _______________________
MADANIA
Kelas 12
UNSUR-UNSUR INTRINSIK
PROSA CERITA
Pengantar
Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra aitu atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa suatu karya sastra menciptakan duianya sendiri yang berberda dari dunia nyata. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia karya sastra merupakan fiksi yang tidak berhubungan dengan dunia nyata. Karena menciptakan dunianya sendiri, karya sastra tentu dapat dipahami berdasarkan apa yang ada atau secara eksplisit tertulis dalam teks tersebut.
Pada umumnya para ahli sepakat bahwa unsur intrinsik terdiri dari
a. Tokoh dan penokohan/perwatakan tokoh
b. Tema dan amanat
c. Latar
d. Alur
e. Sudut pandang/gaya penceritaaan
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas unsur-unsur tersebut
I. TOKOH
Yang dimaksud dengan tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai pisitif.
b. Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu
a. Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercataan tokoh sentral (protagonis atau antagonis).
b. Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
c. Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Berdasarkan cara menampikan perwatakannya, tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Tokoh datar/sederhana/pipih. Yaitu tokoh yang diungkapkan atau disoroti dari satu segi watak saja. Tokoh ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama sekali (misalnya tokoh kartun, kancil, film animasi).
b. Tokoh bulat/komplek/bundar. Yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh ini sangat dinamis, banyak mengalami perubahan watak.
II. PENOKOHAN
Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu
a. Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
b. Metode dramatik/taklangsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
c. Metode kontekstual. Yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.
Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM., ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu
a. Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama abagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
b. Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
c. Melalui penggambaran fisik tokoh.
d. Melalui pikiran-pikirannya
e. Melalui penerangan langsung.
Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan saling mendukung.
III. ALUR
Alur adalah urutaan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Urutan peristiwa dapat tersusun berdasarkan tiga hal, yaitu
a. Berdasarkan urutan waktu terjadinya. Alur dengan susunan peristiwa berdasarkan kronologis kejadian disebut alur linear
b. Berdasarkan hubungan kausalnya/sebab akibat. Alur berdasarkan hubungan sebab-akibat disebut alur kausal.
c. Berdasarkan tema cerita. Alur berdasarkan tema cerita disebut alur tematik.
Struktur Alur
Setiap karya sastra tentu saja mempunyai kekhususan rangkaian ceritanya. Namun demikian, ada beberapa unsur yang ditemukan pada hampir semua cerita. Unsur-unsur tersebut merupakan pola umum alur cerita. Pola umum alur cerita adalah
a. Bagian awal
1. paparan (exposition)
2. rangkasangan (inciting moment)
3. gawatan (rising action)
b. Bagian tengah
4. tikaian (conflict)
5. rumitan (complication)
6. klimaks
c. Bagian akhir
7. leraian (falling action)
8. selesaian (denouement)
Bagian Awal Alur
Jika cerita diawali dengan peristiwa pertama dalam urutan waktu terjadinya, dikatakan bahwa cerita itu disusun ab ovo. Sedangkan jika yang mengawali cerita bukan peristiwa pertama dalam urutan waktu kejadian dikatakan bahwa cerita itu dudun in medias res.
Penyampaian informasi pada pembaca disebut paparan atau eksposisi. Jika urutan konologis kejadian yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka dalam cerita tersebut terdapat alih balik/sorot balik/flash back.
Sorot balik biasanya digunakan untuk menambah tegangan/gawatan, yaitu ketidakpastian yang berkepanjangan dan menjadi-jadi. Dalam membuat tegangan, penulis sering menciptakan regangan, yaitu proses menambah ketegangan emosional, sering pula menciptakan susutan, yaitu proses pengurangan ketegangan. Sarana lain yang dapat digunakan untuk menciptakan tegangan adalah padahan (foreshadowing), yaitu penggambaran peristiwa yang akan terjadi.
Bagian Tengah Alur
Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks. Klimaks adalah puncak konflik antartokoh cerita.
Bagian Akhir Alur
Bagian sesudah klimaks adalah leraian, yaitu peristiwa yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita.
Dalam membangun peristiwa-peristiwa cerita, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah
a. faktor kebolehjadian (pausibility). Yaitu peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya meyakinkan, tidak selalu realistik tetapi masuk akal. Penyelesaian masalah pada akhir cerita sesungguhnya sudah terkandung atau terbayang di dalam awal cerita dan terbayang pada saat titik klimaks.
b. Faktor kejutan. Yaitu peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak/dikenali oleh pembaca.
c. Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan peristiwa-peristiwa cerita menjadi dinamis.
Selain itu ada hal yang harus dihindari dalam alur, yaitu lanturan atau digresi. Lanturan atau digresi adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.
Macam Alur
Pada umumnya orang membedakan alur menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Yang dimaksud alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian. Sedangkan yang dimaksud alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian.
Pembagian seperti itu sebenarnya hanyalah salah satu pembagian jenis alur yaitu pembagian alur berdasarkan urutan waktu. Secara lebih lengkap dapat dikatakan bahwa ada tiga macam alur, yaitu
a. alur berdasarkan urutan waktu
b. alur berdasarkan urutan sebab-akibat
c. alur berdasarkan tema. Dalam cerita yang beralur tema setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.
Dalam hubungannya dengan alur, ada beberapa istilah lain yang perlu dipahami. Pertama, alur bawahan. Alur bawahan adalah alur cerita yang ada di samping alur cerita utama. Kedua, alur linear. Alur linear adalah rangkaian peristiwa dalam cerita yang susul-menyusul secara temporal. Ketiga, alur balik. Alur balik sama dengan sorot balik atau flash back. Keempat, alur datar. Alur datar adalah alur yang tidak dapat dirasakan adanya perkembangan cerita dari gawatan, klimaks sampai selesaian. Kelima, alur menanjak. Alur menanjak adalah alur yang jalinan peristiwanya semakin lama semakin menanjak atau rumit.
IV. LATAR
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis (termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.
MACAM LATAR
Latar dibedakan menjadi dua, yaitu
1. Latar fisik/material. Latar fisik adalah tempat dalam ujud fisiknya (dapat dipahami melalui panca indra).
Latar fisik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Latar netral, yaitu latar fisik yang tidak mementingkan kekhususan waktu dan tempat.
b. Latar spiritual, yaitu latar fisik yang menimbulkan dugaan atau asosiasi pemikiran tertentu.
2. Latar sosial. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain.
FUNGSI LATAR
Ada beberapa fungsi latar, antara lain
1. memberikan informasi situasi sebagaimana adanya
2. memproyeksikan keadaan batin tokoh
3. mencitkana suasana tertentu
4. menciptakan kontras
V. TEMA DAN AMANAT
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Ada beberapa macam tema, yaitu
a. Ada tema didaktis, yaitu tema pertentangan antara kebaikan dan kejahatan
b. Ada tema yang dinyatakan secara eksplisit
c. Ada tema yang dinyatakan secara simbolik
d. Ada tema yang dinyatakan dalam dialog tokoh utamanya
Dalam menentukan tema cerita, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
a. ninat pribadi
b. selera pembaca
c. keinginan penerbit atau penguasa
Kadang-kadang terjadi perbedaan antara gagasan yang dipikirkan oleh pengarang dengan gagasan yang dipahami oleh pembaca melalui karya sastra. Gagasan sentral yang terdapat atau ditemukan dalam karya sastra disebut makna muatan, sedangkan makna atau gagasan yang dimaksud oleh pengarang (pada waktu menyusun cerita tersebut) disebut makna niatan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan makna aniatan kadang-kadang tidak sama dengan makna muatan
a. pengarang kurang pandai menjabarkan tema yang dikehendakinya di dalam karyanya.
b. Beberapa pembaca berbeda pendapat tentang gagasan dasar suatu karta.
Yang diutamakan adalah bahwa penafsiran itu dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya unsur-unsur di dalam karya sastra yang menunjang tafsiran tersebut.
Dalam suatu karya sastra ada tema sentral dan ada pula tema samapingan. Yang dimaksud tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Yang dimaksud tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
Ada tema yang terus berulang dan dikaitkan dengan tokoh, latar, serta unsur-unsur lain dalam cerita. Tema semacam itu disebut leitmotif. Leitmotif ini mengantar pembaca pada suatu amanat. Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
VI. POINT OF VIEW
Bennison Gray membedakan pencerita menjadi pencerita orang pertama dan pencerita orang ketiga.
1. Pencerita orang pertama (akuan).
Yang dimaksud sudut pandang orang pertama adalah cara bercerita di mana tokoh pencerita terlibat langsung mengalami peristiwa-peristiwa cerita. Ini disebut juga gaya penceritaan akuan.Gaya penceritaan akuan dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Pencerita akuan sertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencnerita menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
b. Pencerita akuan taksertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencerita tidak terlibat menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
2. Pencerita orang ketiga (diaan).
Yang dimaksud sudut pandang orang ketiga adalah sudut pandang bercerita di mana tokoh pencnerita tidak terlibat dalam peristiwa-peristiwa cerita. Sudut pandang orang ketiga ini disebut juga gaya penceritaan diaan. Gaya pencerita diaan dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Pencerita diaan serba tahu, yaitu pencerita diaan yang tahu segala sesuatu tentang semua tokoh dan peristiwa dalam cerita. Tokoh ini bebas bercerita dan bahkan memberi komentar dan penilaian terhadap tokoh cerita.
b. Pencerita diaan terbatas, yaitu pencerita diaan yang membatasi diri dengan memaparkan atau melukiskan lakuan dramatik yang diamatinya. Jadi seolah-olah dia hanya melaporkan apa yang dilihatnya saja.
Kadang-kadang orang sulit membedakan antara pengarang dengan tokoh pencerita. Pada prinsipnya pengarang berbeda dengan tokoh pencerita. Tokoh pencerita merupakan individu ciptaan pengarang yang mengemban misi membawakan cerita. Ia bukanlah pengarang itu sendiri.
Jakob Sumardjo membagi point of view menjadi empat macam, yaitu
a. Sudut penglihatan yang berkuasa (omniscient point of view). Pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya.
b. Sudut penglihatan obyektif (objective point of view). Pengarang serba tahu tetapi tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi pandangan mata, apa yang seolah dilihat oleh pengarang.
c. Point of view orang pertama. Pengarang sebagai pelaku cerita.
d. Point of view peninjau. Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian kita ikuti bersama tokoh ini.
Menurut Harry Shaw, sudut pandang dalam kesusastraan mencakup
a. Sudut pandang fisik. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam mendekati materi cerita.
b. Sudut pandang mental. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah atau peristiwa yang diceritakannya.
c. Sudut pandang pribadi. Adalah sudut pandang yang menyangkut hubungan atau keterlibatan pribadi pengarang dalam pokok masalah yang diceritakan. Sudut pandang pribadi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pengarang menggunakan sudut pandang tokoh sentral, pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan pengarang menggunakan sudut pandang impersonal (di luar cerita).
Menurut Cleanth Brooks, fokus pengisahan berbeda dengan sudut pandang. Fokus pengisahan merupakan istilah untuk pencerita, sedangkan sudut pandang merupakan istilah untuk pengarang. Tokoh yang menjadi fokus pengisahan merupakan tokoh utama cerita tersebut. Fokus pengisahan ada empat, yaitu
a. Tokoh utama menyampaikan kisah dirinya.
b. Tokoh bawahan menyampaikan kisah tokoh utama.
c. Pengarang pengamat menyampaikan kisah dengan sorotan terutama kepada tokoh utama.
d. Pengarang serba tahu.
Sumber: Buku pintar Sastra Indonesia
Periodisasi Sastra
Ringkasan Materi
Nama: _____________________________
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: _______________________
MADANIA
Kelas 12
Menggunakan Konjungsi
30-4/Oktober/2009
PERIODISASI SASTRA INDONESIA
I. MENURUT NUGROHO NOTOSUSANTO
A. Kesusastraan Melayu Lama
B. Kesusastraan Indonesia Modern
1. Masa Kebangkitan
a. Periode 1920
b. Periode 1933
c. Periode 1942
2. Masa Perkembangan
a. Periode 1945
b. Periode 1950
II. MENURUT AJIP ROSIDI
A. Masa Kelahiran
1. Periode awal abad ke-20 sampai dengan tahun 1933
2. Periode 1933 s.d. 1942
3. Periode 1942 s.d. 1945
B. Masa Perkembangan
1. Periode 1945 - 1953
2. Periode 1953 - 1960
3. Periode 1960 - sekarang
III. MENURUT HB. JASSIN
A. Kesusastraan Melayu Lama
B. Kesusastraan Indonesia Modern
1. Angkatan 20
2. Angkatan 33 atau Angkatan Pujangga Baru
3. Angkatan 45
4. Angkatan 66
IV. MENURUT JS. BADUDU
A. Kesusastraan Lama
1. Kesusastraan Masa Purba
2. Kesusastraan Masa Hindu-Arab
B. Kesusastraan Peralihan
1. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi
2. Angkatan Balai Pustaka
C. Kesusastraan Baru
1. Angkatan Pujangga Baru
2. Angkatan Modern (Angk. 45)
3. Angkatan Muda
V. MENURUT SABARUDDIN AHMAD
A. Kesusastraan Lama
1. Dinamisme
2. Hinduisme
3. Islamisme
B. Kesusastraan Baru
1. Masa Abdullah bin Abdul-kadir Munsyi
2. Masa Balai Pustaka
3. Masa Pujangga Baru
4. Masa Angkatan 45
VI. MENURUT ZUBER USMAN
A. Kesusastraan Lama
B. Zaman Peralihan (Masa Abdul-lah bin Abdulkadir Munsyi)
C. Kesusastraan Baru
1. Zaman Balai Pustaka
2. Zaman Pujangga Baru
3. Zaman Jepang
4. Zaman Angkatan 45
VII. MENURUT USMAN EFFENDI
A. Kesusastraan Lama ( … sampai dengan 1920)
B. Kesusastraan Baru (1920 sampai dengan 1945)
C. Kesusastraan Modern (1945 sampai dengan …)
VIII. MENURUT ZAIDAN HENDY
A. Sastra Lama
1. Sastra Kuno
2. Sastra Zaman Hindu
3. Sastra Zaman Islam
B. Sastra Peralihan (Abdullah bin Abdulkadir Munsyi)
C. Sastra Baru
1. Angkatan Balai Pustaka
2. Angkatan Pujangga Baru
3. Angkatan 45
4. Angkatan 66
Sumber: Sastra Indonesia Kelas Satu Cawu 3 2000/2001Agustinus Suyoto,S.Pd/SMU SD2 Yk
Karya Sastra Penting dalam Satu Angkatan
Periode sastra Indonesia ditandai oleh corak karya sastra pada periode tersebut. Berikut ini adalah ciri-ciri dan contoh karya satra yang dihasilkan pada setiap periode.
Periodisasi sastra Indonesia menurut zamannya adalah sebagai berikut.
1. Sastra Lama :
a. Sastra Kuno
b. Sastra Zaman Hindu
c. Sastra Zaman Islam
2. Sastra Peralihan :
Zaman Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
3. Sastra Baru :
a. Balai Pustaka (1917-1933)
b. Pujangga Baru (1933-1945)
c. Angkatan 45 (1945-1966)
d. Angkatan 66 (1966 – sekarang)
Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka (20-an)
1. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dlll.
2. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan
3. Gaya bahasanya masih menggunakan perumpamaan yang klise, pepatah, peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari-hari lain dengan bahasa hikayat sastra lama
4. Puisinya berupa syair dan pantun
5. Isi karya sastranya bersifat didaktis
6. Alirannya bercorak romantik
Ciri-ciri Angkatan Pujangga Baru (30-an)
1. Menggambarkan pertentangan kehidupan orang-orang kota, soal emansipasi wanita
2. Hasil karyanya mulai bercorak kebangsaan; memuat soal kebangunan bangsa
3. Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan klise, pepatah, peribahasa
4. Puisinya bukan pantun lagi, muncul bentuk soneta dari Barat
5. Isinya masih mirip dengan Angkatan 20-an (tendensius dan didaktis)
6. Masih bercorak romantik
Ciri-ciri Angkatan 45
1. Puisi-puisinya bercorak bebas, tidak terikat pembagian bait, baris, atau rima
2. Lebih bergaya ekspresionisme dan beraliran realisme
3. Bahasanya menggunakan bahasa sehari-hari, lebih mementingkan isi daripada bentuk
4. Puisinya berisi tentang individualisme dan prosanya mengemukakan masalah kemasyarakatan sehari-hari terutama dengan latar perang kemerdekaan
5. Karya sastranya lebih banyak mengemukakan masalah kemanusiaan yang universal
6. Filsafat eksistensialisme mulai dikenal
Ciri-ciri Angkatan 66
1. Mulai dikenal gaya epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada)
2. Puisinya menggambarkan kemuraman (batin) hidup yang menderita
3. Prosanya menggambarkan masalah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian yang buruk, pengangguran, dan kemiskinan
4. Cerita dengan latar perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam politik pemerintahan lebih banyak mengemuka
5. Banyak terdapat penggunaan gaya retorik dan slogan dalam puisi
6. Muncul puisi mantra dan prosa surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang banyak berisi tentang kritik sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah
Beberapa karya sastra yang penting pada tiap-tiap angkatan
Angkatan Balai Pustaka
1. Azab dan Sengsara (roman karya Merari Siregar)
2. Siti Nurbaya (roman Marah Rusli)
3. Salah Asuhan (roman karya Abdul Muis)
4. Tenggelamnya Kapal van Der Wijk (roman karya HAMKA)
5. Sengsara Membawa Nikmat (roman karya Tulis Sutan Sati)
Angkatan Pujangga Baru
1. Nyanyi Sunyi dan Buah Rindu (antologi puisi karya Amir Hamzah)
2. Madah Kelana dan Percikan Permenungan (antologi puisi karya Roestam Effendi)
3. Layar Terkembang (roman karya STA)
4. Belenggu (roman karya Armjn Pane)
5. Indonesia Tumpah Darahku (Muhammad Yamin)
Angkatan 45
1. Deru Campur Debu dan Kerikil Tajam (antologi puisi karya Chairil Anwar)
2. Tiga Menguak Takdir (antologi puisi Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin)
3. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (antologi cerpen karya Idrus)
4. Atheis (novel karya Achdiat Karta Mihardja)
5. Surat Kertas Hijau dan Wajah Tak Bernama (antologi puisi Sitor Situmorang)
Angkatan 66
1. Keluarga Gerilya dan Perburuan (novel karya Pramudya Ananta Toer)
2. Jalan Tak Ada Ujung, Tak ada Esok, dan Harimau! Harimau! (novel Moechtar Lubis)
3. Keluarga Permana dan Royan Revolusi (novel karya Ramadan K.H.)
4. Tirani dan Benteng (antologi puisi karya Taufiq Ismail)
5. Blues untuk Bonie dan Balada Orang-Orang Tercinta (antologi puisi karya WS Rendra)
6. Etsa (antologi puisi karya Toto Sudarto Bachtiar)
7. Buku Puisi (antologi puisi karya Hartojo Andangdjaja)
8. Domba-Domba Revolusi (naskah drama karya B. Soelarto)
9. Para Priyayi (novel karya Umar Kayam)
10. Mata Pisau dan Perahu Kertas (antologi puisi Supardi Joko Damono)
Sumber: Modul kekusastraan Indonesia Untuk DIII
Nama: _____________________________
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: _______________________
MADANIA
Kelas 12
Menggunakan Konjungsi
30-4/Oktober/2009
PERIODISASI SASTRA INDONESIA
I. MENURUT NUGROHO NOTOSUSANTO
A. Kesusastraan Melayu Lama
B. Kesusastraan Indonesia Modern
1. Masa Kebangkitan
a. Periode 1920
b. Periode 1933
c. Periode 1942
2. Masa Perkembangan
a. Periode 1945
b. Periode 1950
II. MENURUT AJIP ROSIDI
A. Masa Kelahiran
1. Periode awal abad ke-20 sampai dengan tahun 1933
2. Periode 1933 s.d. 1942
3. Periode 1942 s.d. 1945
B. Masa Perkembangan
1. Periode 1945 - 1953
2. Periode 1953 - 1960
3. Periode 1960 - sekarang
III. MENURUT HB. JASSIN
A. Kesusastraan Melayu Lama
B. Kesusastraan Indonesia Modern
1. Angkatan 20
2. Angkatan 33 atau Angkatan Pujangga Baru
3. Angkatan 45
4. Angkatan 66
IV. MENURUT JS. BADUDU
A. Kesusastraan Lama
1. Kesusastraan Masa Purba
2. Kesusastraan Masa Hindu-Arab
B. Kesusastraan Peralihan
1. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi
2. Angkatan Balai Pustaka
C. Kesusastraan Baru
1. Angkatan Pujangga Baru
2. Angkatan Modern (Angk. 45)
3. Angkatan Muda
V. MENURUT SABARUDDIN AHMAD
A. Kesusastraan Lama
1. Dinamisme
2. Hinduisme
3. Islamisme
B. Kesusastraan Baru
1. Masa Abdullah bin Abdul-kadir Munsyi
2. Masa Balai Pustaka
3. Masa Pujangga Baru
4. Masa Angkatan 45
VI. MENURUT ZUBER USMAN
A. Kesusastraan Lama
B. Zaman Peralihan (Masa Abdul-lah bin Abdulkadir Munsyi)
C. Kesusastraan Baru
1. Zaman Balai Pustaka
2. Zaman Pujangga Baru
3. Zaman Jepang
4. Zaman Angkatan 45
VII. MENURUT USMAN EFFENDI
A. Kesusastraan Lama ( … sampai dengan 1920)
B. Kesusastraan Baru (1920 sampai dengan 1945)
C. Kesusastraan Modern (1945 sampai dengan …)
VIII. MENURUT ZAIDAN HENDY
A. Sastra Lama
1. Sastra Kuno
2. Sastra Zaman Hindu
3. Sastra Zaman Islam
B. Sastra Peralihan (Abdullah bin Abdulkadir Munsyi)
C. Sastra Baru
1. Angkatan Balai Pustaka
2. Angkatan Pujangga Baru
3. Angkatan 45
4. Angkatan 66
Sumber: Sastra Indonesia Kelas Satu Cawu 3 2000/2001Agustinus Suyoto,S.Pd/SMU SD2 Yk
Karya Sastra Penting dalam Satu Angkatan
Periode sastra Indonesia ditandai oleh corak karya sastra pada periode tersebut. Berikut ini adalah ciri-ciri dan contoh karya satra yang dihasilkan pada setiap periode.
Periodisasi sastra Indonesia menurut zamannya adalah sebagai berikut.
1. Sastra Lama :
a. Sastra Kuno
b. Sastra Zaman Hindu
c. Sastra Zaman Islam
2. Sastra Peralihan :
Zaman Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
3. Sastra Baru :
a. Balai Pustaka (1917-1933)
b. Pujangga Baru (1933-1945)
c. Angkatan 45 (1945-1966)
d. Angkatan 66 (1966 – sekarang)
Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka (20-an)
1. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dlll.
2. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan
3. Gaya bahasanya masih menggunakan perumpamaan yang klise, pepatah, peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari-hari lain dengan bahasa hikayat sastra lama
4. Puisinya berupa syair dan pantun
5. Isi karya sastranya bersifat didaktis
6. Alirannya bercorak romantik
Ciri-ciri Angkatan Pujangga Baru (30-an)
1. Menggambarkan pertentangan kehidupan orang-orang kota, soal emansipasi wanita
2. Hasil karyanya mulai bercorak kebangsaan; memuat soal kebangunan bangsa
3. Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan klise, pepatah, peribahasa
4. Puisinya bukan pantun lagi, muncul bentuk soneta dari Barat
5. Isinya masih mirip dengan Angkatan 20-an (tendensius dan didaktis)
6. Masih bercorak romantik
Ciri-ciri Angkatan 45
1. Puisi-puisinya bercorak bebas, tidak terikat pembagian bait, baris, atau rima
2. Lebih bergaya ekspresionisme dan beraliran realisme
3. Bahasanya menggunakan bahasa sehari-hari, lebih mementingkan isi daripada bentuk
4. Puisinya berisi tentang individualisme dan prosanya mengemukakan masalah kemasyarakatan sehari-hari terutama dengan latar perang kemerdekaan
5. Karya sastranya lebih banyak mengemukakan masalah kemanusiaan yang universal
6. Filsafat eksistensialisme mulai dikenal
Ciri-ciri Angkatan 66
1. Mulai dikenal gaya epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada)
2. Puisinya menggambarkan kemuraman (batin) hidup yang menderita
3. Prosanya menggambarkan masalah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian yang buruk, pengangguran, dan kemiskinan
4. Cerita dengan latar perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam politik pemerintahan lebih banyak mengemuka
5. Banyak terdapat penggunaan gaya retorik dan slogan dalam puisi
6. Muncul puisi mantra dan prosa surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang banyak berisi tentang kritik sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah
Beberapa karya sastra yang penting pada tiap-tiap angkatan
Angkatan Balai Pustaka
1. Azab dan Sengsara (roman karya Merari Siregar)
2. Siti Nurbaya (roman Marah Rusli)
3. Salah Asuhan (roman karya Abdul Muis)
4. Tenggelamnya Kapal van Der Wijk (roman karya HAMKA)
5. Sengsara Membawa Nikmat (roman karya Tulis Sutan Sati)
Angkatan Pujangga Baru
1. Nyanyi Sunyi dan Buah Rindu (antologi puisi karya Amir Hamzah)
2. Madah Kelana dan Percikan Permenungan (antologi puisi karya Roestam Effendi)
3. Layar Terkembang (roman karya STA)
4. Belenggu (roman karya Armjn Pane)
5. Indonesia Tumpah Darahku (Muhammad Yamin)
Angkatan 45
1. Deru Campur Debu dan Kerikil Tajam (antologi puisi karya Chairil Anwar)
2. Tiga Menguak Takdir (antologi puisi Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin)
3. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (antologi cerpen karya Idrus)
4. Atheis (novel karya Achdiat Karta Mihardja)
5. Surat Kertas Hijau dan Wajah Tak Bernama (antologi puisi Sitor Situmorang)
Angkatan 66
1. Keluarga Gerilya dan Perburuan (novel karya Pramudya Ananta Toer)
2. Jalan Tak Ada Ujung, Tak ada Esok, dan Harimau! Harimau! (novel Moechtar Lubis)
3. Keluarga Permana dan Royan Revolusi (novel karya Ramadan K.H.)
4. Tirani dan Benteng (antologi puisi karya Taufiq Ismail)
5. Blues untuk Bonie dan Balada Orang-Orang Tercinta (antologi puisi karya WS Rendra)
6. Etsa (antologi puisi karya Toto Sudarto Bachtiar)
7. Buku Puisi (antologi puisi karya Hartojo Andangdjaja)
8. Domba-Domba Revolusi (naskah drama karya B. Soelarto)
9. Para Priyayi (novel karya Umar Kayam)
10. Mata Pisau dan Perahu Kertas (antologi puisi Supardi Joko Damono)
Sumber: Modul kekusastraan Indonesia Untuk DIII
Sastra Melayu Klasik
Nama: ____________________________
Kelas: XII _______
Hari/Tanggal: ______________________
RAINGKASAN MATERI
SASTRA MELAYU KLASIK
(SASTRA INDONESIA LAMA)
15-19 Maret 2010
PENGANTAR
Hampir semua ahli sepakat bahwa Sastra Indonesia Lama tidak diketahui kapan munculnya. Yang dapat dikatakan adalah bahwa Sastra Indonesia Lama muncul bersamaan dengan dimulainya peradaban bangsa Indonesia, sementara kapan bangsa Indonesia itu ada juga masih menjadi perdebatan. Yang tidak disepakati oleh para ahli adalah kapan sejarah sastra Indonesia memasuki masa baru. Ada yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama berakhir pada masa kebangkitan nasional (1908), masa Balai Pustaka (1920), masa munculnya Bahasa Indonesia (1928), ada pula yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (1800-an).
Alhasil, ada dua versi besar periodisasi sastra Indonesia. Versi pertama adalah bahwa sejarah sastra Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu 1) Sastra Indonesia Lama, 2) Sastra Indonesia Baru, dan 3) Sastra Indonesia Modern. Sedangkan versi kedua membagi sejarah sastra Indonesia menjadi empat kelompok besar, yaitu 1) Sastra Indonesia Lama, 2) Sastra Indonesia Peralihan, 3) Sastra Indonesia baru, dan 4) Sastra Indonesia Modern.
Sastra Indonesia Lama adalah masa sastra mulai pada masa pra-sejarah (sebelum suatu bangsa mengenal tulisan) dan berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Ada juga yang mengatakan bahwa sastra Indonesia lama berakhir pada masa balai Pustaka. Sastra Indonesia Lama tidak dapat digolong-golongkan berdasarkan jangka waktu tertentu (seperti halnya Sastra Indonesia baru) karena hasil-hasil dari sastra masa ini tidak mencantumkan waktu dan nama pengarangnya
.
Beberapa pembagian Sastra Indonesia Lama adalah sebagai berikut
A. Berdasarkan bentuknya, sastra Indonesia Lama dibagi menjadi dua
1. Prosa lama
2. Puisi Lama
B. berdasarkan isinya, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu
1. Sastra Sejarah
2. Sastra Undang-Undang
3. Sastra petunjuk Bagi Raja atau Penguasa
C. Berdasarkan pengaruh asing, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu
1. Sastra Indonesia Asli
2. Sastra Indonesia Lama Pengaruh Hindu
3. Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam
Ciri-ciri kesusastraan Indonesia Lama
1. Bersifat onomatope/anonim, yaitu nama pengarang tidak dicantumkan dalam karya sastra.
2. Merupakan milik bersama masyarakat.
3. Timbul karena adat dan kepercayaan masyarakat
4. Bersifat istana sentris, maksudnya ceritanya berkisar pada lingkungan istana
5. Disebarkan secara lisan
6. Banyak bahasa klise, yaitu bahasa yang bentuknya tetap.
Jabatan/orang yang sangat berjasa dalam penyebaran sastra Indonesia Lama adalah pawang. Ia adalah kepala adat (istilah sekarang mungkin sama dengan “dukun” dalam kebudayaan Jawa). Jabatan ini berbeda dengan kepala suku. Menurut Dick Hartoko dan Rahmanto, pawang dikenal sebagai orang yang mempunyai keahlian yang erat hubungannya dengan hal-hal yang gaib. Ia termasuk orang yang keramat dan dapat berhubungan dengan para dewa atau hyang. Pawang terbagi atas pawang kutika (ahli bercocok tanam dan hal-hal yang berhubungan dengan rumah tangga), pawang osada (ahli dalam jampi-jampi), pawang malim (ahli dalam pertenungan), dan pawang pelipur lara (ahli bercerita).
SASTRA INDONESIA LAMA BERDASARKAN BENTUKNYA
A. PROSA LAMA
1. Dongeng
Dongeng adalah prosa cerita yang isinya hanya khayalan saja, hanya ada dalam fantasi pengarang.
Dongeng dibedakan menjadi
a. Fabel, yaitu dongeng tentang kehidupan binatang. Dongeng tentang kehidupan binatang ini dimaksudkan agar menjadi teladan bagi kehidupan manusia pada umumnya. (Menurut Dick hartoko dan B. Rahmanto, yang dimaksud fabel adalah cerita singkat, sering dalam bentuk sanjak, yang bersifat didaktis bertepatan dengan contoh yang kongkret. Tumbuh-tumbuhan dan hewan ditampilkan sebagai makhluk yang dapat berpikir, bereaksi, dan berbicara sebagai manusia. Diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengandung ajaran moral).
b. Farabel, yaitu dongeng tentang binatang atau benda-benda lain yang mengandung nilai pendidikan. Binatang atau benda tersebut merupakan perumpamaan atau lambang saja. Peristiwa ceritanya merupakan kiasan tentang pelajaran kesusilaan dan keagamaan.
c. Legende, yaitu dongeng yang dihubungkan dengan keajaiban alam, terjadinya suatu tempat, dan setengah mengandung unsur sejarah.
d. Mythe, yiatu dongeng yang berhubungan dengan cerita jin, peri, roh halus, dewa, dan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan animisme.
e. Sage, yaitu dongeng yang mengandung unsur sejarah meskipun tidak seluruhnya berdasarkan sejarah. (Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto, kata sage berasal dari kata jerman “was gesagt wird” yang berarti apa yang diucapkan, cerita-cerita alisan yang intinya historis, terjadi di suatu tempat tertentu dan pada zaman tertentu. Ada yang menceritakan tentang roh-roh halus, mengenai ahli-ahli sishir, mengenai setan-setan atau mengenai tokoh-tokoh historis. Selalu ada ketegangan antara dunia manusia dan dunia gaib. Manusia selalu kalah. Nada dasarnya tragis, lain daripada dongeng yang biasanya optimis)
2. Hikayat
Kata hikayat berasal dari bahasa Arab yang artinya cerita. Hikayat adalah cerita yang panjang yang sebagian isinya mungkin terjadi sungguh-sungguh, tetapi di dalamnya banyak terdapat hal-hal yang tidak masuk akal, penuh keajaiban. (Dick hartoko dan B. Rahmanto memberikan definisi hikayat sebagai jenis prosa cerita Melayu Lama yang mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang-orang ternama, para raja atau para orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian, keanehan dan muzizat tokoh utamanya, kadang mirip cerita sejarah atau berbentu riwayat hidup.
3. Tambo
Tambo adalah cerita sejarah, yaitu cerita tentang kejadian atau asal-usul keturunan raja.
4. Wira Carita (Cerita Kepahlawanan)
Wira carita adalah cerita yang pelaku utamanya adalah seorang kesatria yang gagah berani, pandai berperang, dan selalu memperoleh kemenangan.
B. PUISI LAMA
1. Mantra
Mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Mantra sering diucapkan oleh dukun atau pawang, namun ada juga seorang awam yang mengucapkannya.
2. Bidal
Bidal adalah pepatah atau peribahasa dalam sastra Melayu lama yang kebanyakan berisi sindiran, peringatan, nasehat, dan sejenisnya. Yang termasuk dalam kategori bidal adalah
a. Ungkapan, yaitu kiasan tentang keadaan atau kelakauan yang dinyatakan dengan sepatah atau beberapa patah kata.
b. Peribahasa , yaitu kalimat lengkap yang mengungkapkan keadaan atau kelakuan seseorang dengan mengambil perbandingan dengan alam sekitar.
c. Tamsil, yaitu seperti perumpamaan tetapi dikuti bagian kalimat yang menjelaskan.
d. Ibarat, yaitu seperti perumpamaan dan tamsil tetapi diikuti bagian yang menjelaskan yang berisi perbandingan dengan alam.
e. Pepatah, yaitu kiasan tetap yang dinyatakan dalam kalimat selesai.
f. Pemeo, yaitu ucapan yang terkenal dan diulang-ulang, berfungsi sebagai semboyan atau pemacu semangat.
3. Pantun
Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi).
Ciri-ciri pantun adalah
a. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
b. Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku kata).
c. Separoh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), separoh bait berikutnya merupakan isi (yang mau disampaikan).
d. Persajakan antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau aa-aa)
e. Beralun dua
Berdasarkan bentuk/jumlah baris tiap bait, pantun dibedakan menjadi
a. Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.
b. Pantun kilat/karmina, yiatu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.
c. Pantun berkait, yiatu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengkait antara bait pertama dan bait berikutnya.
d. Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya, separoh merupakan sampiran, dan separho lainnya merupakan isi.
e. Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar (aaaa).
Berdasarkan isinya, pantun dibedakan menjadi
a. Pantun anak-anak
- pantun bersuka cita
- pantun berduka cita
b. Pantun muda
- pantun perkenalan
- pantun berkasih-kasihan
- pantun perceraian
- pantun beriba hati
- pantun dagang
c. Pantun tua
- pantun nasehat
- pantun adat
- pantun agama
d. Pantun jenaka
e. Pantun teka-teki
4. Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang terdiri dari dua baris satu bait, kedua lariknya merupakan kalimat majemuk yang selalu berhubungan menurut hubungan sebab-akibat. Baris pertama merupakan syaratnya sedangkan baris kedua merupakan jawabannya. Gurindam berisi petuah atau nasehat. Gurindam muncul setelah timbul pengaruh kebudayaan Hindu.
5. Syair
Kata syair berasal dari bahasa Arab syu’ur yang artinya perasaan. Syair timbul setelah terjadinya pengaruh kebudayaan islam. Puisi ini terdiri dari empat baris sebait, berisi nasehat, dongeng, dan sebagian besar berisi cerita. Syair sering hanya mengutamakan isi.
Ciri-ciri syair
a. terdiri dari empat baris
b. tiap baris terdiri dari 4-5 kata (8-12 suku kata)
c. persamaan bunyi atau sajak akhir sama dan sempurna
d. tidak ada sampiran, keempatnya merupakan isi
e. terdiri dari beberapa bait, tiap bait berhubungan
f. biasanya berisi cerita atau berita.
6. Prosa liris (kalimat berirama)
Prosa liris adalah prosa yang di dalamnya masih terdengar adanya irama.
7. Puisi-puisi Arab
Bentuk-bentuk puisi Arab adalah
a. Masnawi, yaitu puisi lama yang terdiri dari dua baris sebait (sama dengan disthikon). Skema persajakannya berpasangan aa,bb,cc, … dan seterusnya) dan beiri puji-pujian untuk pahlawan.
b. Rubai, yaitu puisi lama yang terdiri dari empat baris sebait (sama dengan kuatrin). Skema persajakannya adalah a-a-b-a dan berisi tentang nasihat, puji-pujian atau kasih sayang.
c. Kit’ah, yaitu puisi lama yang terdiri dari lima baris sebait (sama dengan quin).
d. Gazal, yaitu puisi lama yang terdiri dari delapan baris sebait (sama dengan stanza atau oktaaf).
e. Nazam, yaitu puisi lama yang terdiri dari duabelas baris sebait.
Di samping yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa bentuk lain yang perlu dikenal walaupun sebenarnya tidak murni berasal dari Sastra Melayu. Bentuk-bentuk tersebut adalah
1. Kaba
Adalah jenis prosa lirik dari sastra Minangkabau tradisional yang dapat didendangkan. Biasanya orang lebih tertarik pada cara penceritaan daripada isi ceritanya. Kaba termasuk sastra lisan yang dikisahkan turun temurun. Contohnya adalah cerita Sabai nan Aluih.
2. Kakawin
Adalah sejenis puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan yang mempergunakan metrum dari India (Tambo). Berkembang pada masa Kediri dan Majapahit. Penyairnya disebut kawi. Contohnya Ramayana, Arjunawiwaha, dan negarakertagama.
3. Kidung
Jenis puisi Jawa Pertengahan yang mempergunakan persajakan asli Jawa.
4. Parwa
Adalah jenis prosa yang diadaptasi dari bagian-bagian epos dalam bahasa sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam Bahasa Sanskerta. Kutipan-kutipan tersebut tersebar di seluruh teks parwa yang biasanya berbahasa Jawa Kuno.
5. Cerita Pelipur Lara
Sejenis sastra rakyat yang pada mulanya berbentuk sastra lisan. Cerita jenis ini bersifat perintang waktu dan menghibur belaka. Kebanyakan menceritakan tentang kegagahan dan kehebatan seorang ksatria tampan yang harus menempuh seribu satu masalah dalam usahanya merebut putri cantik jelita yang akan dipersunting. (Hampir sama dengan hikayat).
DAFTAR PUSTAKA
Belang, Mia. Dkk. 1992. Pelajaran Bahasa Indonesia. Klaten : Intan Pariwara.
Dipodjojo, Asdi S. 1986. Kesusasteraan Indonesia Lama pada Zaman Pengaruh Islam. Yogyakarta : Percetakan Lukman.
Djamaris, Edwar. 1984. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama). Jakarta : Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan daerah.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta : Kanisius.
Hendy, Zaidan. 1991. Pelajaran Sastra 1. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suparni. 1987. Bahasa dan Sastra Indonesia Berdasarkan Kurikulum 1984. Bandung : Aditya.
Kelas: XII _______
Hari/Tanggal: ______________________
RAINGKASAN MATERI
SASTRA MELAYU KLASIK
(SASTRA INDONESIA LAMA)
15-19 Maret 2010
PENGANTAR
Hampir semua ahli sepakat bahwa Sastra Indonesia Lama tidak diketahui kapan munculnya. Yang dapat dikatakan adalah bahwa Sastra Indonesia Lama muncul bersamaan dengan dimulainya peradaban bangsa Indonesia, sementara kapan bangsa Indonesia itu ada juga masih menjadi perdebatan. Yang tidak disepakati oleh para ahli adalah kapan sejarah sastra Indonesia memasuki masa baru. Ada yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama berakhir pada masa kebangkitan nasional (1908), masa Balai Pustaka (1920), masa munculnya Bahasa Indonesia (1928), ada pula yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (1800-an).
Alhasil, ada dua versi besar periodisasi sastra Indonesia. Versi pertama adalah bahwa sejarah sastra Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu 1) Sastra Indonesia Lama, 2) Sastra Indonesia Baru, dan 3) Sastra Indonesia Modern. Sedangkan versi kedua membagi sejarah sastra Indonesia menjadi empat kelompok besar, yaitu 1) Sastra Indonesia Lama, 2) Sastra Indonesia Peralihan, 3) Sastra Indonesia baru, dan 4) Sastra Indonesia Modern.
Sastra Indonesia Lama adalah masa sastra mulai pada masa pra-sejarah (sebelum suatu bangsa mengenal tulisan) dan berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Ada juga yang mengatakan bahwa sastra Indonesia lama berakhir pada masa balai Pustaka. Sastra Indonesia Lama tidak dapat digolong-golongkan berdasarkan jangka waktu tertentu (seperti halnya Sastra Indonesia baru) karena hasil-hasil dari sastra masa ini tidak mencantumkan waktu dan nama pengarangnya
.
Beberapa pembagian Sastra Indonesia Lama adalah sebagai berikut
A. Berdasarkan bentuknya, sastra Indonesia Lama dibagi menjadi dua
1. Prosa lama
2. Puisi Lama
B. berdasarkan isinya, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu
1. Sastra Sejarah
2. Sastra Undang-Undang
3. Sastra petunjuk Bagi Raja atau Penguasa
C. Berdasarkan pengaruh asing, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu
1. Sastra Indonesia Asli
2. Sastra Indonesia Lama Pengaruh Hindu
3. Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam
Ciri-ciri kesusastraan Indonesia Lama
1. Bersifat onomatope/anonim, yaitu nama pengarang tidak dicantumkan dalam karya sastra.
2. Merupakan milik bersama masyarakat.
3. Timbul karena adat dan kepercayaan masyarakat
4. Bersifat istana sentris, maksudnya ceritanya berkisar pada lingkungan istana
5. Disebarkan secara lisan
6. Banyak bahasa klise, yaitu bahasa yang bentuknya tetap.
Jabatan/orang yang sangat berjasa dalam penyebaran sastra Indonesia Lama adalah pawang. Ia adalah kepala adat (istilah sekarang mungkin sama dengan “dukun” dalam kebudayaan Jawa). Jabatan ini berbeda dengan kepala suku. Menurut Dick Hartoko dan Rahmanto, pawang dikenal sebagai orang yang mempunyai keahlian yang erat hubungannya dengan hal-hal yang gaib. Ia termasuk orang yang keramat dan dapat berhubungan dengan para dewa atau hyang. Pawang terbagi atas pawang kutika (ahli bercocok tanam dan hal-hal yang berhubungan dengan rumah tangga), pawang osada (ahli dalam jampi-jampi), pawang malim (ahli dalam pertenungan), dan pawang pelipur lara (ahli bercerita).
SASTRA INDONESIA LAMA BERDASARKAN BENTUKNYA
A. PROSA LAMA
1. Dongeng
Dongeng adalah prosa cerita yang isinya hanya khayalan saja, hanya ada dalam fantasi pengarang.
Dongeng dibedakan menjadi
a. Fabel, yaitu dongeng tentang kehidupan binatang. Dongeng tentang kehidupan binatang ini dimaksudkan agar menjadi teladan bagi kehidupan manusia pada umumnya. (Menurut Dick hartoko dan B. Rahmanto, yang dimaksud fabel adalah cerita singkat, sering dalam bentuk sanjak, yang bersifat didaktis bertepatan dengan contoh yang kongkret. Tumbuh-tumbuhan dan hewan ditampilkan sebagai makhluk yang dapat berpikir, bereaksi, dan berbicara sebagai manusia. Diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengandung ajaran moral).
b. Farabel, yaitu dongeng tentang binatang atau benda-benda lain yang mengandung nilai pendidikan. Binatang atau benda tersebut merupakan perumpamaan atau lambang saja. Peristiwa ceritanya merupakan kiasan tentang pelajaran kesusilaan dan keagamaan.
c. Legende, yaitu dongeng yang dihubungkan dengan keajaiban alam, terjadinya suatu tempat, dan setengah mengandung unsur sejarah.
d. Mythe, yiatu dongeng yang berhubungan dengan cerita jin, peri, roh halus, dewa, dan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan animisme.
e. Sage, yaitu dongeng yang mengandung unsur sejarah meskipun tidak seluruhnya berdasarkan sejarah. (Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto, kata sage berasal dari kata jerman “was gesagt wird” yang berarti apa yang diucapkan, cerita-cerita alisan yang intinya historis, terjadi di suatu tempat tertentu dan pada zaman tertentu. Ada yang menceritakan tentang roh-roh halus, mengenai ahli-ahli sishir, mengenai setan-setan atau mengenai tokoh-tokoh historis. Selalu ada ketegangan antara dunia manusia dan dunia gaib. Manusia selalu kalah. Nada dasarnya tragis, lain daripada dongeng yang biasanya optimis)
2. Hikayat
Kata hikayat berasal dari bahasa Arab yang artinya cerita. Hikayat adalah cerita yang panjang yang sebagian isinya mungkin terjadi sungguh-sungguh, tetapi di dalamnya banyak terdapat hal-hal yang tidak masuk akal, penuh keajaiban. (Dick hartoko dan B. Rahmanto memberikan definisi hikayat sebagai jenis prosa cerita Melayu Lama yang mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang-orang ternama, para raja atau para orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian, keanehan dan muzizat tokoh utamanya, kadang mirip cerita sejarah atau berbentu riwayat hidup.
3. Tambo
Tambo adalah cerita sejarah, yaitu cerita tentang kejadian atau asal-usul keturunan raja.
4. Wira Carita (Cerita Kepahlawanan)
Wira carita adalah cerita yang pelaku utamanya adalah seorang kesatria yang gagah berani, pandai berperang, dan selalu memperoleh kemenangan.
B. PUISI LAMA
1. Mantra
Mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Mantra sering diucapkan oleh dukun atau pawang, namun ada juga seorang awam yang mengucapkannya.
2. Bidal
Bidal adalah pepatah atau peribahasa dalam sastra Melayu lama yang kebanyakan berisi sindiran, peringatan, nasehat, dan sejenisnya. Yang termasuk dalam kategori bidal adalah
a. Ungkapan, yaitu kiasan tentang keadaan atau kelakauan yang dinyatakan dengan sepatah atau beberapa patah kata.
b. Peribahasa , yaitu kalimat lengkap yang mengungkapkan keadaan atau kelakuan seseorang dengan mengambil perbandingan dengan alam sekitar.
c. Tamsil, yaitu seperti perumpamaan tetapi dikuti bagian kalimat yang menjelaskan.
d. Ibarat, yaitu seperti perumpamaan dan tamsil tetapi diikuti bagian yang menjelaskan yang berisi perbandingan dengan alam.
e. Pepatah, yaitu kiasan tetap yang dinyatakan dalam kalimat selesai.
f. Pemeo, yaitu ucapan yang terkenal dan diulang-ulang, berfungsi sebagai semboyan atau pemacu semangat.
3. Pantun
Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi).
Ciri-ciri pantun adalah
a. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
b. Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku kata).
c. Separoh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), separoh bait berikutnya merupakan isi (yang mau disampaikan).
d. Persajakan antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau aa-aa)
e. Beralun dua
Berdasarkan bentuk/jumlah baris tiap bait, pantun dibedakan menjadi
a. Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.
b. Pantun kilat/karmina, yiatu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.
c. Pantun berkait, yiatu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengkait antara bait pertama dan bait berikutnya.
d. Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya, separoh merupakan sampiran, dan separho lainnya merupakan isi.
e. Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar (aaaa).
Berdasarkan isinya, pantun dibedakan menjadi
a. Pantun anak-anak
- pantun bersuka cita
- pantun berduka cita
b. Pantun muda
- pantun perkenalan
- pantun berkasih-kasihan
- pantun perceraian
- pantun beriba hati
- pantun dagang
c. Pantun tua
- pantun nasehat
- pantun adat
- pantun agama
d. Pantun jenaka
e. Pantun teka-teki
4. Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang terdiri dari dua baris satu bait, kedua lariknya merupakan kalimat majemuk yang selalu berhubungan menurut hubungan sebab-akibat. Baris pertama merupakan syaratnya sedangkan baris kedua merupakan jawabannya. Gurindam berisi petuah atau nasehat. Gurindam muncul setelah timbul pengaruh kebudayaan Hindu.
5. Syair
Kata syair berasal dari bahasa Arab syu’ur yang artinya perasaan. Syair timbul setelah terjadinya pengaruh kebudayaan islam. Puisi ini terdiri dari empat baris sebait, berisi nasehat, dongeng, dan sebagian besar berisi cerita. Syair sering hanya mengutamakan isi.
Ciri-ciri syair
a. terdiri dari empat baris
b. tiap baris terdiri dari 4-5 kata (8-12 suku kata)
c. persamaan bunyi atau sajak akhir sama dan sempurna
d. tidak ada sampiran, keempatnya merupakan isi
e. terdiri dari beberapa bait, tiap bait berhubungan
f. biasanya berisi cerita atau berita.
6. Prosa liris (kalimat berirama)
Prosa liris adalah prosa yang di dalamnya masih terdengar adanya irama.
7. Puisi-puisi Arab
Bentuk-bentuk puisi Arab adalah
a. Masnawi, yaitu puisi lama yang terdiri dari dua baris sebait (sama dengan disthikon). Skema persajakannya berpasangan aa,bb,cc, … dan seterusnya) dan beiri puji-pujian untuk pahlawan.
b. Rubai, yaitu puisi lama yang terdiri dari empat baris sebait (sama dengan kuatrin). Skema persajakannya adalah a-a-b-a dan berisi tentang nasihat, puji-pujian atau kasih sayang.
c. Kit’ah, yaitu puisi lama yang terdiri dari lima baris sebait (sama dengan quin).
d. Gazal, yaitu puisi lama yang terdiri dari delapan baris sebait (sama dengan stanza atau oktaaf).
e. Nazam, yaitu puisi lama yang terdiri dari duabelas baris sebait.
Di samping yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa bentuk lain yang perlu dikenal walaupun sebenarnya tidak murni berasal dari Sastra Melayu. Bentuk-bentuk tersebut adalah
1. Kaba
Adalah jenis prosa lirik dari sastra Minangkabau tradisional yang dapat didendangkan. Biasanya orang lebih tertarik pada cara penceritaan daripada isi ceritanya. Kaba termasuk sastra lisan yang dikisahkan turun temurun. Contohnya adalah cerita Sabai nan Aluih.
2. Kakawin
Adalah sejenis puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan yang mempergunakan metrum dari India (Tambo). Berkembang pada masa Kediri dan Majapahit. Penyairnya disebut kawi. Contohnya Ramayana, Arjunawiwaha, dan negarakertagama.
3. Kidung
Jenis puisi Jawa Pertengahan yang mempergunakan persajakan asli Jawa.
4. Parwa
Adalah jenis prosa yang diadaptasi dari bagian-bagian epos dalam bahasa sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam Bahasa Sanskerta. Kutipan-kutipan tersebut tersebar di seluruh teks parwa yang biasanya berbahasa Jawa Kuno.
5. Cerita Pelipur Lara
Sejenis sastra rakyat yang pada mulanya berbentuk sastra lisan. Cerita jenis ini bersifat perintang waktu dan menghibur belaka. Kebanyakan menceritakan tentang kegagahan dan kehebatan seorang ksatria tampan yang harus menempuh seribu satu masalah dalam usahanya merebut putri cantik jelita yang akan dipersunting. (Hampir sama dengan hikayat).
DAFTAR PUSTAKA
Belang, Mia. Dkk. 1992. Pelajaran Bahasa Indonesia. Klaten : Intan Pariwara.
Dipodjojo, Asdi S. 1986. Kesusasteraan Indonesia Lama pada Zaman Pengaruh Islam. Yogyakarta : Percetakan Lukman.
Djamaris, Edwar. 1984. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama). Jakarta : Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan daerah.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta : Kanisius.
Hendy, Zaidan. 1991. Pelajaran Sastra 1. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suparni. 1987. Bahasa dan Sastra Indonesia Berdasarkan Kurikulum 1984. Bandung : Aditya.
Majas
Nama: ____________________________
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: ______________________
MADANIA
Kelas 12
RINGKASAN MATERI
Macam-macam Majas
8-13 Februari 2010
Majas
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis [1].
Majas perbandingan
1. Alegori : Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
2. Alusio : Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
3. Simile : Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.
4. Metafora : Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
5. Antropomorfisme : Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
6. Sinestesia : Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
7. Antonomasia : Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
8. Aptronim : Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
9. Metonimia : Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
10. Hipokorisme : Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
11. Litotes : Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
12. Hiperbola : Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
13. Personifikasi : Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
14. Depersonifikasi : Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
15. Pars pro toto : Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
16. Totum pro parte : Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
17. Eufimisme : Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
18. Disfemisme : Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
19. Fabel : Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
20. Parabel : Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
21. Perifrase : Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
22. Eponim : Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
23. Simbolik : Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
24. Asosiasi : Perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Majas sindiran
1. Ironi : Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
2. Sarkasme : Sindiran langsung dan kasar.
3. Sinisme : Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4. Satire : Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
5. Innuendo : Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas penegasan
1. Apofasis : Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2. Pleonasme : Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
3. Repetisi : Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
4. Pararima : Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
5. Aliterasi : Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
6. Paralelisme : Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
7. Tautologi : Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
8. Sigmatisme : Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
9. Antanaklasis : Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
10. Klimaks : Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
11. Antiklimaks : Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
12. Inversi : Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
13. Retoris : Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
14. Elipsis : Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15. Koreksio : Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16. Polisindenton : Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
17. Asindeton : Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
18. Interupsi : Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
19. Ekskalamasio : Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20. Enumerasio : Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
21. Preterito : Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
22. Alonim : Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23. Kolokasi : Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24. Silepsis : Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25. Zeugma : Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
Majas pertentangan
1. Paradoks : Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
2. Oksimoron : Paradoks dalam satu frase.
3. Antitesis : Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
4. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
5. Anakronisme : Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.
Rujukan
• Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2007. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Tera, Yogyakarta.
Catatan kaki
^ Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. 2002.
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: ______________________
MADANIA
Kelas 12
RINGKASAN MATERI
Macam-macam Majas
8-13 Februari 2010
Majas
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis [1].
Majas perbandingan
1. Alegori : Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
2. Alusio : Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
3. Simile : Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.
4. Metafora : Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
5. Antropomorfisme : Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
6. Sinestesia : Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
7. Antonomasia : Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
8. Aptronim : Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
9. Metonimia : Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
10. Hipokorisme : Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
11. Litotes : Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
12. Hiperbola : Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
13. Personifikasi : Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
14. Depersonifikasi : Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
15. Pars pro toto : Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
16. Totum pro parte : Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
17. Eufimisme : Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
18. Disfemisme : Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
19. Fabel : Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
20. Parabel : Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
21. Perifrase : Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
22. Eponim : Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
23. Simbolik : Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
24. Asosiasi : Perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Majas sindiran
1. Ironi : Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
2. Sarkasme : Sindiran langsung dan kasar.
3. Sinisme : Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4. Satire : Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
5. Innuendo : Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas penegasan
1. Apofasis : Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2. Pleonasme : Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
3. Repetisi : Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
4. Pararima : Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
5. Aliterasi : Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
6. Paralelisme : Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
7. Tautologi : Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
8. Sigmatisme : Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
9. Antanaklasis : Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
10. Klimaks : Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
11. Antiklimaks : Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
12. Inversi : Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
13. Retoris : Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
14. Elipsis : Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15. Koreksio : Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16. Polisindenton : Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
17. Asindeton : Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
18. Interupsi : Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
19. Ekskalamasio : Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20. Enumerasio : Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
21. Preterito : Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
22. Alonim : Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23. Kolokasi : Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24. Silepsis : Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25. Zeugma : Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
Majas pertentangan
1. Paradoks : Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
2. Oksimoron : Paradoks dalam satu frase.
3. Antitesis : Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
4. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
5. Anakronisme : Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.
Rujukan
• Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2007. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Tera, Yogyakarta.
Catatan kaki
^ Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. 2002.
Majas
Nama: ____________________________
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: ______________________
MADANIA
Kelas 12
RINGKASAN MATERI
Macam-macam Majas
8-13 Februari 2010
Majas
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis [1].
Majas perbandingan
1. Alegori : Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
2. Alusio : Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
3. Simile : Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.
4. Metafora : Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
5. Antropomorfisme : Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
6. Sinestesia : Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
7. Antonomasia : Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
8. Aptronim : Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
9. Metonimia : Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
10. Hipokorisme : Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
11. Litotes : Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
12. Hiperbola : Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
13. Personifikasi : Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
14. Depersonifikasi : Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
15. Pars pro toto : Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
16. Totum pro parte : Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
17. Eufimisme : Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
18. Disfemisme : Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
19. Fabel : Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
20. Parabel : Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
21. Perifrase : Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
22. Eponim : Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
23. Simbolik : Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
24. Asosiasi : Perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Majas sindiran
1. Ironi : Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
2. Sarkasme : Sindiran langsung dan kasar.
3. Sinisme : Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4. Satire : Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
5. Innuendo : Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas penegasan
1. Apofasis : Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2. Pleonasme : Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
3. Repetisi : Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
4. Pararima : Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
5. Aliterasi : Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
6. Paralelisme : Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
7. Tautologi : Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
8. Sigmatisme : Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
9. Antanaklasis : Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
10. Klimaks : Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
11. Antiklimaks : Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
12. Inversi : Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
13. Retoris : Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
14. Elipsis : Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15. Koreksio : Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16. Polisindenton : Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
17. Asindeton : Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
18. Interupsi : Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
19. Ekskalamasio : Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20. Enumerasio : Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
21. Preterito : Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
22. Alonim : Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23. Kolokasi : Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24. Silepsis : Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25. Zeugma : Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
Majas pertentangan
1. Paradoks : Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
2. Oksimoron : Paradoks dalam satu frase.
3. Antitesis : Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
4. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
5. Anakronisme : Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.
Rujukan
• Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2007. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Tera, Yogyakarta.
Catatan kaki
^ Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. 2002.
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: ______________________
MADANIA
Kelas 12
RINGKASAN MATERI
Macam-macam Majas
8-13 Februari 2010
Majas
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis [1].
Majas perbandingan
1. Alegori : Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
2. Alusio : Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
3. Simile : Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.
4. Metafora : Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
5. Antropomorfisme : Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
6. Sinestesia : Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
7. Antonomasia : Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
8. Aptronim : Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
9. Metonimia : Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
10. Hipokorisme : Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
11. Litotes : Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
12. Hiperbola : Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
13. Personifikasi : Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
14. Depersonifikasi : Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
15. Pars pro toto : Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
16. Totum pro parte : Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
17. Eufimisme : Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
18. Disfemisme : Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
19. Fabel : Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
20. Parabel : Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
21. Perifrase : Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
22. Eponim : Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
23. Simbolik : Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
24. Asosiasi : Perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Majas sindiran
1. Ironi : Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
2. Sarkasme : Sindiran langsung dan kasar.
3. Sinisme : Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4. Satire : Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
5. Innuendo : Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas penegasan
1. Apofasis : Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2. Pleonasme : Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
3. Repetisi : Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
4. Pararima : Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
5. Aliterasi : Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
6. Paralelisme : Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
7. Tautologi : Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
8. Sigmatisme : Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
9. Antanaklasis : Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
10. Klimaks : Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
11. Antiklimaks : Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
12. Inversi : Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
13. Retoris : Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
14. Elipsis : Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15. Koreksio : Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16. Polisindenton : Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
17. Asindeton : Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
18. Interupsi : Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
19. Ekskalamasio : Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20. Enumerasio : Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
21. Preterito : Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
22. Alonim : Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23. Kolokasi : Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24. Silepsis : Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25. Zeugma : Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
Majas pertentangan
1. Paradoks : Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
2. Oksimoron : Paradoks dalam satu frase.
3. Antitesis : Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
4. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
5. Anakronisme : Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.
Rujukan
• Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2007. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Tera, Yogyakarta.
Catatan kaki
^ Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. 2002.
Jenis-jenis puisi
Nama: ____________________________
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: ______________________
MADANIA
Kelas 12
RINGKASAN MATERI
Jenis-Jenis Puisi
8-13 Februari 2010
Jenis-Jenis Puisi
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.
PUISI LAMA
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
Jumlah kata dalam 1 baris
Jumlah baris dalam 1 bait
Persajakan (rima)
Banyak suku kata tiap baris
Irama
Ciri-ciri puisi lama:
• Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
• Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
• Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Yang termasuk puisi lama adalah:
• Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
• Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati
• Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
• Seloka adalah pantun berkait.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
• Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
• Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
• Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
PUISI BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Menurut isinya, puisi baru dibedakan atas:
• Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “ Balada Matinya Aeorang Pemberontak”
• Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
• Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantoen keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
• Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
• Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Romantique (Perancis); keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra.
• Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
• Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidad penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(Rendra)
Sumber: http://endonesa.wordpress.com
Kosasih, Engkos. 2005. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: ______________________
MADANIA
Kelas 12
RINGKASAN MATERI
Jenis-Jenis Puisi
8-13 Februari 2010
Jenis-Jenis Puisi
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.
PUISI LAMA
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
Jumlah kata dalam 1 baris
Jumlah baris dalam 1 bait
Persajakan (rima)
Banyak suku kata tiap baris
Irama
Ciri-ciri puisi lama:
• Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
• Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
• Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Yang termasuk puisi lama adalah:
• Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
• Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati
• Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
• Seloka adalah pantun berkait.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
• Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
• Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
• Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
PUISI BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Menurut isinya, puisi baru dibedakan atas:
• Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “ Balada Matinya Aeorang Pemberontak”
• Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
• Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantoen keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
• Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
• Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Romantique (Perancis); keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra.
• Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
• Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidad penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(Rendra)
Sumber: http://endonesa.wordpress.com
Kosasih, Engkos. 2005. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya
Arab melayu
RINGKASAN MATERI
Nama: _____________________________
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: _______________________
MADANIA
Kelas 12
Aksara Arab Melayu
11-15 Januari 2010
Aksara Jawi (Arab-Melayu)
Aksara Jawi atau aksara Arab-Melayu adalah modifikasi aksara Arab yang disesuaikan dengan Bahasa Melayu di seantero Nusantara pada masa silam. Munculnya aksara ini adalah akibat pengaruh budaya Islam yang lebih dulu masuk dibandingkan dengan pengaruh budaya Eropa di Zaman kolonialisme dulu. Aksara ini dikenal sejak jaman Kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Malaka.
Aksara Arab yang digunakan adalah:
alif ا — ba ب — ta ت — tsa ث — jim ج — ha ح — kho خ
dal د — dza ذ — ro ر — za ز — sin س — syinش — shod ص
dhod ض — tho ط — dlo ظ — ‘ain ع — ghin غ — fa ف — qof ق
kaf ك — lam ل — mim م — nun ن — wau و — Ha ه — ya ي
hamzah ء — lam alif لا
Aksara tambahan yang digunakan adalah:
cha چ (ha bertitik 3) — nga ڠ (ain bertitik tiga) — pa ڤ (fa bertitik 3)
ga ڬ (kaf bertitik) — va ۏ (wau bertitik) — nya ڽ (nun bertitik 3)
Angka Arab yang digunakan adalah:
0 ٠ — 1١ — 2 ٢ — 3 ٣ — 4 ٤ — 5 ٥ — 6 ٦ — 7 ٧ — 8 ٨ — 9 ٩
Cara penulisan (dengan asumsi Anda pernah belajar menulis/membaca Al-Quran):
1. Aksara ditulis secara gundul, sering disebut sebagai Arab Gundul.
2. Huruf alif yang berdiri sendiri berbunyi a atau e.
3. Huruf alif yang diikuti wau berbunyi u atau o.
4. Huruf alif yang diikuti ya berbunyi i atau é.
5. Konsonan diikuti huruf alif akan berbunyi fatah (bunyi a).
6. Konsonan diikuti huruf wau akan berbunyi dhomah (bunyi u).
7. Konsonan diikuti huruf ya akan berbunyi kasroh (bunyi i).
8. Konsonan di awal atau di tengah kata tanpa diikuti alif, wau atau ya berbunyi fatah (bunyi a atau e)
9. Konsonan di akhir kata adalah konsonan mati, kecuali diikuti alif, wau atau ya.
10. Huruf ain digunakan sebagai penanda huruf k seperti pada kata rakyat رعيت
Contoh penulisan:
Saya sedang belajar menulis Arab Melayu, gundul pula.
Ternyata susah ditulis, apalagi dibaca karena tidak konsisten.
سيا سداڠ بلجر منوليس عرب مليو, ڬوندول ڤولا
ترڽتا سوسح ديتوليس, اڤلڬي ديبچا كرنا تيدك كونسيستان
Jenis Puisi Baru (Berdasarkan Jumlah Baris)
• Distikhon, sajak 2 seuntai.
• Terzina, sajak 3 seuntai.
• Kuatrain, sajak 4 seuntai.
• Kuint, sajak 5 seuntai.
• Sektet, sajak 6 seuntai.
• Septina, sajak 7 seuntai.
• Oktaf / Stanza, sajak 8 seuntai.
• Soneta, sajak yang terdiri dari 14 baris dan 4 bait umumnya berpola 4-4-3-3.
• Sajak bebas.
Nama: _____________________________
Kelas: 12 _____
Hari/tanggal: _______________________
MADANIA
Kelas 12
Aksara Arab Melayu
11-15 Januari 2010
Aksara Jawi (Arab-Melayu)
Aksara Jawi atau aksara Arab-Melayu adalah modifikasi aksara Arab yang disesuaikan dengan Bahasa Melayu di seantero Nusantara pada masa silam. Munculnya aksara ini adalah akibat pengaruh budaya Islam yang lebih dulu masuk dibandingkan dengan pengaruh budaya Eropa di Zaman kolonialisme dulu. Aksara ini dikenal sejak jaman Kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Malaka.
Aksara Arab yang digunakan adalah:
alif ا — ba ب — ta ت — tsa ث — jim ج — ha ح — kho خ
dal د — dza ذ — ro ر — za ز — sin س — syinش — shod ص
dhod ض — tho ط — dlo ظ — ‘ain ع — ghin غ — fa ف — qof ق
kaf ك — lam ل — mim م — nun ن — wau و — Ha ه — ya ي
hamzah ء — lam alif لا
Aksara tambahan yang digunakan adalah:
cha چ (ha bertitik 3) — nga ڠ (ain bertitik tiga) — pa ڤ (fa bertitik 3)
ga ڬ (kaf bertitik) — va ۏ (wau bertitik) — nya ڽ (nun bertitik 3)
Angka Arab yang digunakan adalah:
0 ٠ — 1١ — 2 ٢ — 3 ٣ — 4 ٤ — 5 ٥ — 6 ٦ — 7 ٧ — 8 ٨ — 9 ٩
Cara penulisan (dengan asumsi Anda pernah belajar menulis/membaca Al-Quran):
1. Aksara ditulis secara gundul, sering disebut sebagai Arab Gundul.
2. Huruf alif yang berdiri sendiri berbunyi a atau e.
3. Huruf alif yang diikuti wau berbunyi u atau o.
4. Huruf alif yang diikuti ya berbunyi i atau é.
5. Konsonan diikuti huruf alif akan berbunyi fatah (bunyi a).
6. Konsonan diikuti huruf wau akan berbunyi dhomah (bunyi u).
7. Konsonan diikuti huruf ya akan berbunyi kasroh (bunyi i).
8. Konsonan di awal atau di tengah kata tanpa diikuti alif, wau atau ya berbunyi fatah (bunyi a atau e)
9. Konsonan di akhir kata adalah konsonan mati, kecuali diikuti alif, wau atau ya.
10. Huruf ain digunakan sebagai penanda huruf k seperti pada kata rakyat رعيت
Contoh penulisan:
Saya sedang belajar menulis Arab Melayu, gundul pula.
Ternyata susah ditulis, apalagi dibaca karena tidak konsisten.
سيا سداڠ بلجر منوليس عرب مليو, ڬوندول ڤولا
ترڽتا سوسح ديتوليس, اڤلڬي ديبچا كرنا تيدك كونسيستان
Jenis Puisi Baru (Berdasarkan Jumlah Baris)
• Distikhon, sajak 2 seuntai.
• Terzina, sajak 3 seuntai.
• Kuatrain, sajak 4 seuntai.
• Kuint, sajak 5 seuntai.
• Sektet, sajak 6 seuntai.
• Septina, sajak 7 seuntai.
• Oktaf / Stanza, sajak 8 seuntai.
• Soneta, sajak yang terdiri dari 14 baris dan 4 bait umumnya berpola 4-4-3-3.
• Sajak bebas.
Selasa, 09 Maret 2010
Menunggu UNyang Dua Minggu
"Hidup adalah soal keberanian menghadapi yang tanda tanya. Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar. Terimalah dan hadapilah."
Entah dari buku mana saya pernah membaca kutipan kalimat di atas. Saya lupa. Jadi, mohon maaf kepada penulis buku yang tulisannya saya kutip itu. Bukan berarti saya tidak menghargai hak kekayaan intelektual, tapi sungguh saya benar-benar lupa.
Tanpa ingin menggeneralisasi masalah kelupaan itu, yang jelas bangsa ini memang bangsa pelupa. Salah satunya adalah lupa pada hakikat pendidikan. Hakikat pendidikan itu adalah memanusiakan manusia. akan tetapi, sistem pendidikan di negara ini sama sekali tidak mengarah ke sana.
Mungkin karena sistem pendidikan ini dibuat tidak berakar pada permasalahan yang ada dan terjadi di Republik ini. Sistem pendidikan kita hanyalah hasil adopsi dari sistem pendidikan yang "berhasil" di negara-negara nun jauh di sana. Mungkin para petinggi-petinggi kita telah mandul merumuskan sebuah sistem yang tepat untuk Indonesia. Atau jangan-jangan para petinggi-petinggi tersebut sama sekali tidak mengenal republik ini.
Sayang....
Entah dari buku mana saya pernah membaca kutipan kalimat di atas. Saya lupa. Jadi, mohon maaf kepada penulis buku yang tulisannya saya kutip itu. Bukan berarti saya tidak menghargai hak kekayaan intelektual, tapi sungguh saya benar-benar lupa.
Tanpa ingin menggeneralisasi masalah kelupaan itu, yang jelas bangsa ini memang bangsa pelupa. Salah satunya adalah lupa pada hakikat pendidikan. Hakikat pendidikan itu adalah memanusiakan manusia. akan tetapi, sistem pendidikan di negara ini sama sekali tidak mengarah ke sana.
Mungkin karena sistem pendidikan ini dibuat tidak berakar pada permasalahan yang ada dan terjadi di Republik ini. Sistem pendidikan kita hanyalah hasil adopsi dari sistem pendidikan yang "berhasil" di negara-negara nun jauh di sana. Mungkin para petinggi-petinggi kita telah mandul merumuskan sebuah sistem yang tepat untuk Indonesia. Atau jangan-jangan para petinggi-petinggi tersebut sama sekali tidak mengenal republik ini.
Sayang....
Langganan:
Postingan (Atom)