Jumat, 09 Desember 2011

Membuat Siswa Aktif Bertanya

Banyak orang mengatakan bahwa peradaban manusia tumbuh dan berkembang dimulai dari pertanyaan. Untuk mengetahui kebenaran pernyataan itu, bacalah kisah kepenasaran Newton saat melihat apel jatuh dari pohonnya. Ketika itu ia bertanya-tanya, sehingga lahirlah teori gravitasi. Baca juga cerita tentang kegelisahan Zacharias Janssen saat bertanya-tanya tentang kemungkinan adanya makhluk-makhluk super kecil di sekeliling dia, sehingga kemudian ditemukanlah mikroskop.
Begitulah peradaban manusia di bumi ini berkembang dengan amat cepat. Pertanyaan-pertanyaan telah memicu sebuah tindakan yang ujung-ujungnya mampu menggerakkan pikiran individu lain untuk lebih kreatif dan inovatif.
Dalam buku “Bertanya atau Menjadi Keledai” disebutkan, mengajukan pertanyaan akan membuka ruang untuk berbagai gagasan dan pengetahuan baru. Saat kanak-kanak, kita sering bertanya. Kita juga selalu penasaran tentang segala sesuatu yang ada di sekeliling. Kita bertanya, apa ini? Apa itu? Mengapa begini? Mengapa begitu? ujung-ujungnya, pertanyaan-pertanyaan itu mampu menggiring kita kepada pemahaman tentang kondisi di sekitar kita.
Pada dasarnya, setiap orang memiliki kemampuan dan keterampilan untuk bertanya. Namun, seiring berjalannya waktu, kebiasaan bertanya itu kian berkurang. Menurunnya kebiasaan bertanya ini, mungkin dialami oleh sebagian besar dari anak didik di negeri ini. Siswa biasanya “mampet” ketika diminta bertanya atau diberikan kesempatan untuk bertanya.
Untuk itulah diperlukan sebuah strategi agar siswa berani dan mampu melontarkan pertanyaan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membiasakan siswa bertanya. Di antaranya, dapat dilakukan dengan cara mengubah format ujian (UTS/UAS) atau format ulangan harian dan soal-soal latihan.
Selama ini, guru terbiasa membuat soal yang meminta siswa untuk menjawab pertanyaan. Mulai sekarang, beruji cobalah untuk mengubahnya. Caranya, kondisi tersebut bisa dibalik, yaitu siswa diminta membuat pertanyaan dan guru menyediakan jawabannya.
Sebagai penerapan atas langkah sederhana itu, guru bisa menyajikan wacana dan siswa diminta membuat pertanyaan yang jawabannya termuat dalam wacana tersebut. Tentu saja, tingkat kesulitan dan variasi soalnya bisa diatur sedemikian rupa.
Selain itu, guru juga bisa menguji kemampuan komunikasi siswa dengan cara menyajikan sebuah dialog. Pada naskah dialog tersebut siswa diminta untuk melengkapi percakapan sehingga terjadi kegiatan tanya-jawab yang koheren (padu).
Cara ini tak hanya dapat dilakukan saat ujian, tetapi juga pada proses pembelajaran sehari-hari. Bertanya-jawab antara guru dan siswa akan menghasilkan interaksi yang dinamis. Sering-sering melakukan diskusi di dalam kelas diyakini mampu menghidupkan dan merangsang daya berpikir kritis anak didik.
Ada yang bilang, bertanya merupakan indikator bahwa pikiran masih ”jalan” dan selalu dinamis. Dengan bertanya, siswa mencoba menguji daya kritisnya. Bertanya juga merupakan sarana melatih pengembaraan daya kreativitas. Ketika bertanya, pemikiran siswa bertemu dengan pemikiran orang lain yang mengandung hal-hal baru, sehingga cakrawala berpikirnya semakin luas.
Hal ini juga membuat siswa tidak terpaku pada pemikiran diri sendiri. Sebaliknya, siswa mencoba meyakinkan apakah pemikirannya sejalan dengan pemikiran orang lain? Tentunya ini akan membuat siswa semakin kreatif karena berusaha terbuka terhadap pemikiran dari luar. Bertanya adalah tanda-tanda munculnya kreativitas. Apabila malu bertanya, maka akan tersesat di pemahaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar